Cari Blog Ini

Kamis, 31 Maret 2011

ADAT PERKAWINAN SUKU BUGIS


ADAT PERKAWINAN SUKU BUGIS
DI TANJUNG JONE KECAMATAN JEMPANG KABUPATEN KUTAI BARAT
HASIL PENGAMATAN TAHUN 1989
OLEH BUDI HARSONO

MELAMAR

Pada saat melamar harus orang tua pihak laki-laki yang dating. Namun sebelumnya sudah ada pemberitahuan dari pihak laki-laki secara rahasia, bahwa akan ada orang melamar kepada pihak wanita. Pemberitahuan ini biasanya di lakukan oleh dua orang .
Setelah pemberitahuan itulah pihak laki-laki dating secara resmi untuk melamar . di terima dan tidaknya , selalu member jangka waktu untuk memepertimbangkan , terutama mau dan tidaknya pihak yang di lamar.

Pada hari yang telah di janjikan ,pihak laki-laki dating lagi untuk menanyakan kepastiannya . pihak wanita menyuruh orang lain ( wakil keluarga ) untuk menjawabnya , serta menentukan jumlah jujuran / sumahan apabila lamaran sudah di terima . pada saat ini kadang-kadang sering terjadi tawar-menawar . namun jika lamaran di tolak , biasanya dengan alas an sudah ada yang melamar terlebih dahulu.
Pada saat tawar menawar itulah , jika pihak laki-laki sudah merasa cocok , mereka bertanya , apakah uang jujuran itu di antar sebelum perkawinan ataukah pada saat upacara.

MENGHANTAR UANG JUJURAN
Mengantarkan uang jujuaran merupakan adat yang di laksanakan dan di saksikan oleh keluarga dari kedua belah pihak . dari laki-laki , pembawa uang harus orang lain . pengantin pria tidak boleh hadir .
Uang di taruh dalam tempat tertentu yang bungkus dengan kain putih dan di gendong di depan . di dalam tempat tersebut , diisi:

Pemedas
Kunyit
Pala
Kayumanis
Sirih
Pinang

Alat-alat ini juga di sediakan oleh pihak perempuan , yang nantinya di tukarkan dengan pihak laki-laki.
Pada saat penyerahan uang , ada kata-kata khusus yang biasanya di ucapkan oleh pihak laki-laki ”UANG INI KUSERAHKAN,TAPI DENGAN SATU PERMINTAAN ,JANGAN DENGARKAN OMONGAN ORANG LAIN “. Demikian pula pihak perempuan .
Kalimat itu sendiri sudah merupakan keharusan , karena sering terjadi sebelum perkawinan berlangsung , ada suara – suara yang berusaha menggagalkan bagi mereka yang tidak senang.

MEMASANG KELAMBU

Memasang kelambu merupakan bagian upacara adat perkawinan yang tak boleh di tinggalkan . karena kelambu pengantin merupakan bukti barang pembelian dari uang jujuran pihak laki-laki .selain itu , kelambu ini nantinya akan di hias seindah mungkin , seperti menghias kelambu sang raja dan ratu.

Alat-alat yang harus di sediakan pada saat memasang kelambu , al:
Lampu
Nasi ketan
Kelapa
Gula merah
Penduduk ( beras gula kelapa )
Penduduk di serahkan kepada yang menggantung kelambu .
Sehingga kalau ada apa-apa yang bertanggung jawab adalah penggantung kelambu.
###### 10 hari setelah perjanjian pertama ,pihak laki-laki bertanya lagi tentang kepastian hari perkawinan. Pertanyaan ini harus di jawab dengan pasti , dan tidak boleh di gagalkan , kecuali kematian dari sebelah pihak.

TANGKEK ( DI KURUNG DALAM KELAMBU )

Bagi pengantin wanita , saat –saat menjelang perkawinan ,ada adat tersendiri . 7 hari atau 10 hari sebelum hari perkawinan , pengantin wanita harus masuk dalam kurungan yang berupa kelambu. Dalam kurungan inipun banyak pantangan yang harus di taati :

a. Orang laki-laki tidak boleh melihat , kecuali muhrimnya .
Hal ini di maksudkan agar tidak kena pengaruh dari luar ,untuk menghasud pengantin wanita agar gagal dalam perkawinanya . masalah ini pernah terjadi ,ketika menjelang perkawinan ,pengantin wanita hilang di bawa laki-laki lain. Selain itu juga untuk menghindari agar pengantin wanita tidak di tukar dengan yang lain . karena pernah terjadi pula , yang dilamar adiknya ,ternyata ketika bersanding di tukar oleh kakaknya.

b. Makan dan minum harus di batasi.
Agar nantinya tidak banyak mengeluarkan keringat , badan tidak berbau , dan tubuh tampak bersih dan langsing. Di kawatirkan , pada saat bersanding memepelai ingin buang air .

MAPACI ( MEMBERI PACAR PADA KUKU )

Mapaci / mewarnai kuku dengan daun pacar agar berwarna merah kekuning-kuningan. Hal ini juga untuk member tanda , bahwa yang kukunya di pacar , dialah yang akan melaksanakan perkawinan .
Dalam memasang daun pacar pada pengantin , harus di mulai dari orang orang wanita tua , atau sesepuh-sesepuh dari keluarganya. Ini kadang –kadang di ikuti pula oleh wanita-wanita yang masih bujang , agar mereka juga cepat mendapat jodoh.
Jari –jari yang di pacar tidak semuanya , melainkan jari tengah kedua tangan harus di biarkan bersih…………..

MACEKO ( MENGALIS )

Maceko, atau memeperbaiki alis, yang di tandai dengan mencukur sebagian bulu-bulu alis.
Cara MACEKO , harus ada alat yang di gunakan , yaitu
Kelapa dan gula merah………….
Di ambil sedikit untuk di cicipi pengantin , barulah di gariskan di kening , lantas di perbaiki alisnya. Hal ini dilakukan oleh orang-orang tua , sebanyak tujuh orang secara beriringan
.
MANRE DEWATA

Manre Dewata , di lakukan setelah Tudang Peni.
Alat yang di sediakan yaitu PENDUDUK yang di bungkus dengan daun pisang . penganten memakanya sedikit , barulah di makan bersama .
Hal ini bertujuan untuk menghindari gangguan-gangguan iblis.

MATIRO

Matiro di lakukan sehari sebelum perkawinan. Yang biasanya di lakukan pada malam hari.
Alat-alat yang di bawa:
Pisang alat-alat ini di maksudkan sebagai bekal untuk hidup baru, agar selalu mendapat berkah seperti kesuburan tanaman dan buah –buahan tersebut dalam hidupnya.
Kelapa muda
Labu
Singkong
Tebu
Ketan + inti
Nangka belolang……
Gula merah

Alat yang sudah siap di antarkan dahulu ke tempat memepelai wanita , yang di terima oleh wakil orang tuanya . dengan mengatakan……………
Di sini, buah-buahan tersebut di bagikan kepada anak-anak muda . barulah sisanya di simpan. Setelah penyimpanan buah tersebut pengantin laki-laki dating bersama beberapa orang muda seusia, dan diusahkan tingginya sama , agar orang tidak tahu , manakah pengantin yang sebenarnya .

Dengan mengenakan kain yang di buat seperti sarung , iringan pengantin laki-laki dating dengan kain tertutup dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, kecuali matanya saja yang tampak. Dating ke rumah pengantin wanita langsung menuju ke kelambu tempat persembunyian pengantin wanita , yang mengenakan kain yang sama, untuk melihat apakah yang mengenakan kain yang sama , untuk melihat apakah yang akan kawin itu sesuai dengan gadis yang di lamranya atau bukan.

KAWING ( UPACARA PERKAWINAN )

Pelaksanaan upacara perkawinan harus di tempat perempuan . sesudah kawing, barulah acara FALUWANGI.
FALUWANGI DI MAKSUDKAN AGAR PENGANTIN TIDAK BERCERAI.
Setelah ijab Kabul, laki-laki memebatalkan whudunya ( isterinya ) kemudian keduanya di masukan kedalam kain putih yang sudah di jahit berupa lingkaran. Waktu di masukan , kain di jahit sekedarnya di antara pengantin laki-laki dan perempuan , kemudian di kelilingi lampu sebanyak tiga kali………………………..
Setelah itu barulah didirikan sama-sama , kain di masukan dan di lepaskan ke bawah
PADA WAKTU KAWIN perempuan tidak boleh keluar, karena kwatir batal wudunya sebelum menyentuh suaminya
Ketika pengantin laki-laki tiba di luar , pengantin perempuan di suruh berdiri sembula memegang belida ( alat tenun ) sambil menghadap ke matahari terbit. Hal ini di lakukan dalam kelambu , sambil menunggu suaminya di nikahkan .
Setelah laki laki masuk mendatangi isterinya , barulah belida itu di lepaskan untuk membatalkan wudhu

SITUDANCENG ( BERSANDING )

P ULIAM PUNGEK

Sehari setelah perkawinan , pengantin laki-laki pulang ke tempat orang tuanya untuk minta kepada ibunya berupa :
Kelapa
Gula merah
Telor
Untuk di antarkan ke tempat isterinya
Ketika kembali ke tempat mertua untuk menemui isterinya , sang suami harus mencari isterinya yang sengaja di sembunyikan. Dalam pencarian ini biasanya juga mempunyai mata-mata agar cepat menemukanya .
Setelah , bertemu kelapa di berikan isterinya , di taruh di pangkuanya , itulah penghasilan suami untuk yang pertama kalinya.

MABENI MANUK

Sore harinya sang suami memebawa isterinya kerumah, dengan berbekal kue, untuk melaksanakan acara mabeni manuk.

Di tempat mertua tidak boleh makan dan minum ( seperti ayam yang tidur )
Di pagi-pagi buta , subuh harus sudah pulang , dan mertua harus mengisi rantangnya dengan benda-benda lain yang berupa makanan. Selain itu mertua pun memberikan pakaian kepadanya .

Pada waktu tidur , belum diijinkan bersama. Tapi pengantin wanita tidur dengan wanita , begitu pula sebaliknya .

Malam berikutnya , bermalam di tempat sang isteri selama tiga malam. Kemudian di tempat laki-laki tiga malam. Pada saat ini, pengantin oleh mertua. Nantinya kan di suruh membuka celana dan awinya…………………..untuk di hadiahi sarung baju selengkapapnya.
7 malam berikutnya , bermalam di tempat sang suami tanpa di temani oleh sanak keluarga. Sampai hari ke 41 sang suami harus tetap tinggal di tempat sang isteri , untuk membantu mertua.

Untuk menggalang kerukunan keluarga , sang pengantin di haruskan mengunjungi sanak family. Dan keluarga yang di datangi harus memberikan sesuatu, supaya penganten banyak rejeki.

Setelah 41 hari , barulah sang penganten di ijinkan usaha luar atau mandiri. Keberangkatan penganten baru untuk hidup mandiri , biasanya di bekali dengan nasi pulut dan inti dari kedua belah pihak. Hal ini untuk menghindari pertengkaran yang terjadi , misalnya “ apa bekalmu ketika ke sini”. Makanan tersebut akan di bagikan kepada teman –teman nya untuk pertanda , inilah bekal penganten baru.
========
Akibat jujuran, kadang-kadang terjadi , sampai mempunyai anak masih menanggung hutang.

MANRE LEBE ( MAKAN TAMAT )

Makan tamat adalah salah satu adat yang di gunakan untuk merayakan seseorang yang selesai / menamatkan membaca kitab Al quran. Seorang laki-laki ataupun perempuan ,apabila mereka melangsungkan perkawinan harus sudah tamat membaca Al quran. Apabila belum , pada umunya , beberapa minggu sebelum hari perkawinanya , mereka belajar tekun menyelesaikan membaca Al quran.

MENGANTAR ROH LELUHUR KE SORGA (Spirit Led to The Heaven of Dayak Benoaq Tribes) ( UPACARA ADAT KOANGKAI SUKU DAYAK BENOAQ )


MENGANTAR ROH LELUHUR KE SORGA
( UPACARA ADAT KOANGKAI SUKU DAYAK BENOAQ DI KALIMANTAN TIMUR )

‘Koangkai’ merupakan upacara adat terbesar dari upacara-upacara adat lain bagi suku Dayak di Kalimantan Timur, khususnya bagi suku Dayak Benoaq di Tanjung Isuy kab. Kutai. Upacara ini memerlukan persiapan dan permulaan yang cukup lama. Bisa berkisar satu setengah bulan, dengan puncak acara membunuh kerbau.

‘koangkai’ atau membuang bangkai, bukan berarti membuang bangkai seperti arti katanya. Namun punya makna yang lebih dalam, yaitu mengambil mayat dari Lungun(tempat mayat sementara sebelum diambil tulangnya) untuk dipindahkan ke ‘kleregng’. Kadang orang menyamakan lungun dengan kleregng yang sebenarnya mempunyai perbedaan khas. Lungun adalah tempat mayat terbuat dari kayu bulat yang telah dilubangi untuk menaruh tubuh mayat. Satu lungun hanya berisi satu mayat.
"Klerekng" tempat tulang-tulang leluhur yang telah diantar ke sorga ("Klerekng" the grave of The Dayak Benoaq where the bones of ancestors who had been ushered into heaven)


Sedangkan kleregng adalah tempat tulang dan tengkorak mayat yang diletakkan diatas tanah dengan penyangga dua tongkat. Satu kleregng dapat berisi tiga atau lebih tulang mayat. Ciri khas utama, kayu lungun yang masih ada mayatnya tak pernah mudah dilihat, sebab selalu dikubur dalam tanah atau disimpan dalam gubuk kecil.

Mengingat lamanya upacara dan besarnya biaya yang diperlukan, jauh sebelum upacara sudah dibentuk panitia melalui musyawarah kepala adat-kepala adat dari berbagai kampong. Di situ palu ditentukan hari permulaan, pemimpin upacara, serta siapa yang diundang.

DISANGKA ORANG DAYAK

Pagi tidak terlalu panas. Jam 08.15 wita, aku berangkat dari Tanjung Isuy menuju Lembonah tempat berlangsungnya upacara Koangkai. Jalan yang mempunyai lebar 4 meter itu terpaksa tinggal dua meter saja, karena ditumbuhi rumput ilalang. Itupun karena seringnya oto dan motor trail melewati dengan muatan nanas dari lading untuk dibawa ke pelabuhan Tanjung Isuy.

Sengaja tawaran manis untuk naik sepeda motor kutolak, karena lebih nyaman jalan kaki dengan alam yang indah. Kebun nanas yang diolah secara tradisionil menghiasi kesuburan tanah dan kemakmurannya. Namun terkadang hati ini cukup prihati melihat kebun nanas yang dikeumuni rumput alang-alng karena ditinggalkan pemiliknya untuk membuat ladang baru. Pupuk, cangkul, teknologi pertanian belum mereka gunakan. Mereka masih dimanjakan kesuburan alam. Apalagi penebangan hutan secara liar untuk membuat lading baru, belum terlintas dibenak mereka akibat nantinya. Siapa yang menebang hutan. Itulah tuan tanah nantinya.

Tak terasa perjalanan yang kutempuh sudah satu jam. Langkah kupercepat, karena jalan yang ku lalaui cukup teduh. Kadang keteduhan ini menjadi gersang dan panas karena deretan pohon besar bekas kebakaran `82.
Dari jauh tampak tumpukan nanas. Tenggorokanku sedikit lega. Astaga , sekitar 50 buah nanas di buang percuma, karena terlalu masak. Hal ini terjadi karena sulitnya transportasi.

Tiba-tiba ada orang yang menyapaku. “apa?” tiga kali kata itu ku ucapkan, karena ak
tak menegerti yang dimaksud.
“O, ku kira kau orang Dayak. Maap aku ya.” Lanjutnya setelah ak tak menegerti bahasa Dayak yang di ucapkan , seraya menyodorkan tiga buah nanas untukku. Aku hanya tersipu. Apakah aku sudah pantas jadi orang Dayak? Padahal kulitku jauh berbeda. Layaknya orang Eropa dengan Afrika ( Afrikanya ak lho ).

Memang kita tak perlu khawatir haus di tengah jalan. Karena buah nanas bias kita petik sewaktu-waktu tanpa di beli. Dengan syarat tidak untuk di jual. Buah nanas satu-satunya buah yang subur di daerah ini. Sambil menunggu besar nya pohon karet , buah nanaslah sebagai tanaman utama.

TIANG BENDERA DI DEPAN LAMIN

Jarak 13 km yang biasa di tempuh 1 jam 15 menit harus ku tempuh selama 2 jam naik turun gunung. Dengan kepenatan kaki, langsung kutuju kampung Pentat untuk beristirahat di rumah pak Ayun yang anaknya di kenal baik sebagai murid smp. Setelah istirahat sebentar , aku melihat-lihat Lamin Adat Pentat. Cukup memukau dengan kegagahanya , meskipun tak semegah aslinya karena di telan usia. Dulu Lamin ini mempunyai ketinggian 7 meter dari tanah. Namun kini tinggal 4 meter dari tanah, karena sudah mengalami rehab dua kali sejak di buat.

Lamin yang mempunyai panjang 120 meter ini , masih dihuni oleh tiga keluarga. Lamin seperti inilah sebenarnya sering di tanyakan turis-turis yang berkunjung ke Tanjung Isuy. Sebab lamin di sini sudah tidak di huni keluarga lagi , hanya berupa model saja. Mereka sering bertanya, di mana lamin masih di huni keluarga?

Memang lamin ini masih menunjukan keaslianya, meskipun atap bagian tengah sudah roboh tertiup angin. Di halaman masih berdiri kokoh dua buah tiang bendera dengan ketinggian 13 meter . saksi bisu , bahwa pada jaman penjajahan dulu masih dulu masih di gunakan untuk mengibarkan sang merah putih. Tak sebatang pohon pun tumbuh di halaman. Hanya rerumputan hijau yang sengaja tak di bersihkan dan di pelihara.

Kesunyian lamin menambah keunikan dengan gemercik air sungai Ohong yang digunakan sebagai transportasi antar kampung.

Patung-patung bekas upacara adat masih setia di tempatnya.
Tempat upacara kuangkai masih harus di tempuh satu setengah kilo. Di sini ada satu SD kecil yang menampung anak sekolah dari tiga kampung Pentat, Lembonah dan Muara Nayan.

Kesan kampung Lembonah yang sepi kini telah sirna. Yang tampak orang lalu-lalang dan orang-orang jualan makanan dan pakaian. Tak ubah nya pasar malam. Hampir setiap rumah penuh dengan pedagang. Perayaan 17 agustus di Tanjung Isuy ibu kota Kecamatan Jempang tak seramai dan semeriah ini.

Di depan lamin ramai orang berkerumun menyambung ayam sebagai acara untuk memeriahakan upacara adat. Cukup setrategis halaman lamin ini tak seperti lamin Pentat. Lamin Lembonah masih cukup megah dan terawatt dengan kesan segar. Pohon kelapa yang baru berbuah dan pohon pisang menambah kesegaran udara. Namun kadang tercemar bau aneh yang di timbulkan oleh babi di kolong lamin yang bebas berkeliaran.
Lamin Mancong Rumah Adat Suku Dayak Benoaq
(The Long House of Dayak Tribes)


Aku langsung menaiki lamin. Aku tertegun sejenak. Enam bilik lamin yang kulihat bulan April lalu hanya di huni pleh empat keluarga, kini penuh sesak dengan penghuni baru dari berbagai kampung Dayak . Tiap bilik sibuk dengan persiapan makan, kecuali dua bilik yang khusus di gunakan sebagai tenpat tidur.

MENJAGA AGAR NAAS TAK DATANG ( PAPER PATIAG PLUAS )

Di tengah lamin tampak beberapa orang baca mantera dengan irama yang khas, dengan menghadapi perlengkapan makanan untuk upacara pembunuhan kerbau besok, agar upacara tak mengalami gangguan. Di sebelah kanan terdapat tempat tulang dan alat-alat kuangkai paling ujung sebelah barat terdapat papan SELIMAT , PUTANG LEMIANG dan PERESILO

SELIMAT adalah tempat tulang tengkorak 19 mayat yang di kumpulkan menjadi satu. Tempat ini berbentuk limas dengan menara kecil 2 meter yang di gantung dengan menara burung yang sedang terbang.

Sebagai tempat tulang kerangka, di buat persegi 1x2 meter di hiasi kain ulap doyo ( pakaian khas wanita Dayak Benoaq ) berwarna warni. Di sampingnya di pasang foto remaja yang meninggal 5 tahun yang lalu dalam usia 15 tahun. Tempat ini di sebut PERESILO.

Di antara selimat dan peresilo terdapat PUTANG LEMIANG yang berbentuk piramida di gantungkan , dengan rumbai-rumbai kain dan janur sebagai alat NGERANGKAU. Sebagai langit-langitnya di gantungkan barang pecah belah dari mangkuk , piring , cangkir, ceret, sampai pada antang ( guci ). Benda-benda tersebut di gunakan sebagai upah PENYETANGIH ( pemimpin upacara kuangkai ).

KENAL KEPALA ADAT

Memang unik alat-alat tersebut. Sedang asyiknya mengabadikan benda-benda alat upacara, datang orang tua langsung mengulurkan tangan kepadaku. Hal ini kusambut dengn gembira, namun juga heran. Baru kali ini kuterima jabat tangan perkenalan. Sebab suku dayak tidak biasa berkenalan bicara langsung, apalagi berjabat tangan lebih dulu (terutama masyarakat biasa)

“Kita guru ya?" (kamu guru ya) sapanya dengan bahasa Kuitai. Ternyata dia kepala adat Lembonah, Pak Bakot. “Nanti malam ikut ngerangkau ya?” pintanya dengan senyum bangga karena pertanyaan-pertanyaan yang kulontarkan.

Di dalam lamin beberapa orang sibuk mempersiapkan BLONTANG sebagai tambatan kerbau yang akan dibunuh. Blontang terbuat dari kayu ulin berdiameter 50 cm tinggi 4 meter. Sebagai puncaknya dibuat patung manusia berdiri.

Sebelum blontang ditanam, patung dilengkapi dengan pakaian adat Dayak Benoaq. Di situ pula diikatkan nasi ketan dalam bambu, Mandau/parang serta panggang ayam. Itulah bakal blontang sebelum berangkat/siap dipakai dalam upacara.

MEMPERERAT TALI PERSAHAABATAN
Tari ngerangkau merupakan tarian untuk mengantar atau mencarikan jalan para roh leleuhur untuk menuju ke sorga
"Dance ngerangkau" is a dance to drive or find a way of the spirit to go to heaven


Malam harinya, upacara LURAN (pemberitahuan) berlangsung. Disini berkumpul semua kepala adat dari berbagai kampung, kepala kampung serta Tripika yang sengaja diundang. Dengan pengeras Meghapon, sambutan-sambutan kepala adat berlangsung tertib. Dengan bahasa Benoaq diberitahukan tentang pelaksanaan upacara. Selain untuk menghormati arwah yang dikuangkai, upacara seperti ini juga untuk menambah rasa kekeluargaan, persatuan masyarakat, khususnya kalangan suku Dayak Benoaq.

Bagi pendatang dari kampung tak perlu kuatir kelaparan. Jika merasa lapar sudah tersedia 5 tempat yang menyediakan makanan.
Orang-orang yang datang tanpa disuruh langsung duduk bersila mendengarkan nasihat kepala adat. Sementara itu diujung lamin ada kesibukan tersendiri. Pria wanita bersama-sama menumbuk beras silih berganti tanpa rasa malu atau malas. Sungguh menakjubkan rasa kekeluargaannya.

MEMPERLEBAR JALAN MENUJU SORGA

Dengan dipimpin penyentangih, pengikut upacara yang terdiri kepala adat, kepala desa dan sesepuh/tetua yang berjumlah 18 orang mengenakan pakaian ngerangkau. Ikat kepala dengan rumbai janur kuning merah dan hijau, serta rumbai janur ditangan kiri kanan.

Irama gong dan kenong yang klasik mengiringi tarian ngerangkau dengan gerakan tangan ke samping dan ke depan. Paling depan penyentangih menggendong dua buah tengkorak yang dibungkus kain panjang, di belakangnya menggunakan hiasan tanduk kerbau. Tarian ini dimaksudkan untuk memperlebar jalan roh yang dikuangkai untuk menuju sorga.

Tarian ini berakhir dengan teriakan tertentu dari penari setelah berputar tujuh kali. Giliran berikutnya kelompok penari wanita, yang dilanjutkan kelompok pria.
Diluar dugaanku, kepala adat menyorongkan pakaian ngerangkau kepadaku. Dengan sedikit debaran jantung dan kikuknya tarian, aku merasa puas bisa membuat orang-orang Dayak senang, karena merasa adatnya ada yang menyukai dan meng hormati.

Khusus untuk pakaian ngerangkau wanita, harus memakai tapih ulap doyo yang panjangnya hanya satu ikat dengan tali di belakang. Sehingga kalau untuk jongkok atau berjalan sedikit membuka. Namun demikian tak pernah kita temui sampai paha belakangnya tampak, karena kaum wanita selalu bercelan pendek sampai lutut. Hal ini juga yang membuat mereka bisa duduk dengan leluasa. Tak ada tabu bagi wanita, meskipun duduk bersila seperti di warung kopi.

Kecamatan Jempang sebagai pariwisata yang terkenal dengan ulap doyonya mempunyai latar belakang tersendiri. Kain doyo yang terbuat dari daun doyo, hanya terdapat di Kec. Jempang. Anehnya, tumbuhan ini hanya ada di kawasan Jempang. Bahkan th. 1982, tenun tradisional ini mewakili Kalimantan TImur untuk mengikuti pameran di Belanda.

MEMANGGIL ROH LELUHUR (ALAK LIAU)

Kerbau telah dimasukkan dalam kandang dekat blontang dengan upacara sederhana. Penyentangih membawa sesaji dari tempat kerbau bersama rombongan pria wanita untuk ngerangkau menuju halaman lamin. Sebelum berhenti didekat kuburan-kuburan adat yang jaraknya 60 meter dari lamin, rombongan ngerangkau berputar tujuh kali.
kerbau merupakan kendaraan roh leluhur untuk menuju ke sorga
buffalo is a vehicle ancestral spirits to go to heaven


Di sini mengadakan ALAK LIAU, memanggil roh-roh yang lama untuk ikut mengantarkan mayat ke sorga gunung lumut.

Kuburan suku Dayak Benoaq tak pernah jauh dari rumah, karena mereka merasa kasihan kalau jauh dari rumah. Sehingga tak ada kesan angker atau menakutkan, meskipun kuburan itu tak pernah terawatt. Ziarah bagi animism tidak mengenal. Semua kepunyaan mayat ikut dikubur, bahkan kita jumpai pula helm di atas nisantak ubahnya makam pahlawan.

Perjalanan berikutnya disertai dengan ngerangkau. Penyentangih beserta rombongan menuju lamin dengan melewati tangga yang dibuat kain merah pertanda tangga yang harus dilewati roh-roh leluhur yang telah diundang.
Jalan tersebut dilewati,disambung NASI PAKAT (nasi ketan yang dimasak dalam bamboo muda) disusun sig-zag dengan ujungnya bungkusan nasi biasa. Itulah hidangan bagi leluhur yang ikut hadir.

Penari ngerangkau melewati jalan tersebut sesuai dengan susunan jalan yang dibuat. Pada putaran yang terakhir datang seorang wanita menaburkan nasibungkus pada lantai, di ikuti penari lain. Lempar nasi cukup membuat yang hadir panic, namun meriah, karena yang terkena lemparan berusaha membalas dengan nasi yang telah tercecer di lantai.
Saat itulah undangan arwah bersuka ria karena mendapat hidangan lezat sambil menyaksikan temannya yang akan diantar ke surga.

Dibalik kegembiraan itu terdengar tangis seorang nenek yang memilukan meratapi kepergian cucunya 5 tahun yang lalu. Setiap suku Dayak Benoaq, selalu NGLARIGNG untuk menyatakan duka terhadap kepergian anggota keluarganya. Pada saat beginilah dia menngissambil menceritakan kesedihan ditinggalkan mati, serta menceritakan riwayat hidup hidup yang telah tiada. Aneh memang. Menangis dengan lagu yang khas yang tak dapat dilakukan oleh suku lain.

BEKAL KE SORGA

Hari sudah sore, langit mendung. Penari ngerangkau yang telah diberi tanda pupur putih (supaya roh yang diundang tahu bahwa mereka yang mengantar ke sorga) siap di halaman lamin.
Sebelum berangkat ke arna pembunuhan kerbau, tak ketinggalan bekal ke sorga 20 ekopr ayam dan 4 ekor babi di potong di teras lamin.

Ada dua ayam yang disabung, sengaja satu dikalahkan sebagai ternak di sorgs, sedang menang (hidup) dipelihara keluarga dan arwah yang di sorga.
Orang yang akan menyaksikan pembunuhan kerbau gelisah dan cemas. Awan hitam menyelimuti langit. Angin mendesau menerbangkan abu rumput yang baru di bakar. Kiranya alam pun merasakan hati kerbau yang sebentar lagi disiksa sebagai persembahan upacara. Kilat pun tak ketinggalan, menyatakan dukanya dengan sambaran maut diantara awan hitam.

Setelah panitia mengumumkan jumlah sumbangan dari berbagai kampung, puncak upacara dimulai. Jam ditanganku udah mengarah angka 6 kurang 5 menit sore. Kerbaupun siap dilepas dari kandangnya dengan ikatan kayu berminyak disulut api.
Tak ayal lagi, jerrit orang serentak ketika kerbau mengamuk kesakitan menyerang yang dikehendaki. Namun ikatan beberapa rotan besar membuat dia hanya bisa berputar mengelilingi blontang tambatannya. Sementra itu beberapa orang telah siap dengan tombak dan pisau untuk menusuk tubuh kerbau. Ekor yang terbakar belum padam, tubuh kerbau harus menerima tusukan-tusukan kemenangan. Dimana dia melewati orang berpisau di situlah dera tubuh nya bertambah.

UPACARA ADAT BUNUH BABI SUKU DAYAK BENOAQ (traditional ceremony of intention to pay for dayak benoaq)


UPACARA ADAT BUNUH BABI SUKU DAYAK BENOAQ

Kamis, 8 Mei 1986
Jam sudah menunjukan angka 08.30 WITA, ketika karni murid SMP menjemputku untuk berangkat ke kampungya Perigi. Untuk yang kedua kalinya saya pergi ke kampung ini yang jaraknya tak kurang dari 16 km. jalan kaki , dari ibukota kecamatan tanjung isuy .

Dengan bekal sesisir pisang dan tas kecil berisi pakaian aku berangkat. Sebenarnya kemarin ada yang bilang kalau ada perahu yang akan pergi ke perigi , tapi karena sudah siang tak ada berita , ak khawatir tak jadi berangkat . sebab upacara BUNUH BABI atau yang di kenal dengan BAYAR NIAT ini belum tentu setiap yahun ada . tak apalah jalan kaki. Anggap saja latihan lintas alam.

Ada kesenangan tersendiri bagiku jalan kaki di pegunungan ini. Terik matahari yang cukup menyengat karena pohon-pohon di sekitar tak ada lagi yang tumbuh rindang bekas kebakaran tahun 82. Kadang – kadang kaki berjalan sedikit terseok menginjak kerikil-kerikil pengeras jalan yang sengaja di bangun untuk menghubungkan Tanjung Isuy – Mancong dengan LAMIN ADAT DAYAK BENOAQ yang sering di kunjungi turis di kiri kanan tampak kebun nanas yang tumbuh subur dengan pagar jambu monyet.
Itulah buah yang dapat di petik bila haus di tengah perjalanan. Pemilik tidak akan marah bila kita mengambil buah tersebut , meski sampai 15 buah pun , asal tidak untuk di jual. Buah ini pun satu nya hasil perkebunan di sanping karet.

Kami berdua telah sampai di jembatan Suo. Di sini saya ingat ketika bulan Pebruari , murid SMP Tanjung Isuy tempat saya bekerja ada yang kesurupan dan minta minum-minum di jembatan Suo.
Hal itulah yang membuat saya bingung di kampung ini , apalagi baru mengajar tiga minggu. Uniknya , saya harus ikut “ upacara “ ini, sambil memimpin anak-anak. Itulah “ permintaannya”. Keanehan yang tak pernah ku jumpai di jawa.
“karena guru orang baru di sini, jadi maksudnya berkenalan “, itulah jawab dari pertanyaanku . berkenalan? Benarkah? …. Nyatanya ketika guru baru datang dari Surabaya dan jember , tak ada juga kejadian anak-anak kesurupan. Namun syukur jualah sekarang sudah tentram dengan sendirinya .

“Capek Pak ?” Karni memperlambat jalanya ketika menempuh separoh perjalanan. Aku mengiyakan. Ku cari tempat yang teduh sambil mengeluarkan pisang.
Aku mengeluh sendiri ketika dua buah pisang telah masuk perut. Tambah haus , sedangkan perjalanan selanjutnya , tak ada lagi kebun nanas. Air tak membawa , Minum Air sungai ? Warnanya merah kehitam-hitaman.

ANGKAT TANGAN

Perjalanan berikutnya berupa jalan setapak menembus rumput lalang. Waktu pertama kali saya lewat jalan ini di haruskan angkat tangan oleh rumput-rumput lalang yang tumbuh subur sampai satu setengah meter. ( persis orang yang di giring polisi karena mencopet ). Kadang pula tangan bisa tergores oleh bunga rumput muda yang berduri . untunglah jalan yang sebenarnya mempunyai lebar tiga meter itu baru di bersihkan rumputnya , meskipun dalam satu bulan sudah pulih kembali karena hanya “ di tebas” dengan parang / Mandau . dan lagi , tak banyak penduduk Perigi yang lewat sini , karena lebih nyaman lewat air dengan bensin sekitar tiga liter menuju Tanjung Isuy. Hanya sekitar enam siswa smp saja yang setiap minggu rutin pulang kampung.

Tak kurang dari enam puncak bukit kami lalui , hingga jam 11.30 tiba di kampung Perigi yang luasnya 8.900 Ha dengan jumlah penduduk 406 jiwa. Kebetulan kampung yang letaknya di tepi sungai Ohong ini sedang banjir karena air naik . Karni mencari perahu untuk menyeberang kerumah nya. Lantai rumah yang dulu tingginya 1,5 m dari tanah , kini telah basah oleh air. Sehingga aku cukup mandi di tangga teras.

Sedang santainya duduk mengeringkan rambut , datang orang laki-laki mendayung perahu. “ nanti datang kerumah pak ! ”. sapanya setelah keluar dari rumah Karni. Dia pergi lagi kerumah sebelah. Karni menjelaskan bahwa di rumah itulah yang nanti malam melaksanakan upacara “ itu masih paman saya “, tambahnya menjelaskan dengan bangga karena dia tahu aku sangat tertarik akan upacara yang unik itu.

Sudah merupakan tradisi bagi suku Dayak Benoaq , setiap menjelang upacara adat , tuan rumah berkeliling ke tetangga-tetangga untuk mengundang agar datang pada upacara tersebut. Rasa kekeluargaan mereka sungguh besar. Sumbangan berupa beras dan uang selalu mengalir dari mereka yang di undang.

Sore , jam 18.30 sudah terdengar suara gendang dan kenong musik BELIAN. Sayup-sayup seperti suara music kuda lumping , kadang –kadang seperti komidi kera di Jawa. Sengaja aku tak pergi mengikuti dari awal. Karena puncak acara baru tengah malam nanti. Dan akhir bulan maret yang lalu sudah melihat di Mancong yang berjarak 12 km dari Tanjung Isuy

RUMAH HANTU

Sekitar jam 22.00 saya berangkat bertiga dengan perahu yang berjarak 150 km. dari tempat saya menginap. Kami langsung menuju tempat upacara lewat dapur.
Di dalam sudah sesak. Banyak orang tua muda tak luput dari anak –anak memenuhi ruangan yang berukuran 5 x 8 m tersebut. Bukan hal asing lagi wanita wanita asyik dengan rokoknya, terutama yang berusia lanjut. Sekeliling ruangan terpasang rumbai-rumbai janur dengan warna merah, kuning, hijau, warna khas untuk upacara adat suku Dayak Benoaq.

Dalam ruangan terbagi tiga tempat. PESENGKIT, BAJAWO , dan TEMPAT HEWAN KORBAN.
PESINGKIT ( meja persembahan ) merupakan ruangan yang di tata khusus , sebagai latar belakang ruangan tersebut. Pesingkit berbentuk panggung yang di kelilingi rumbai- rumbai janur dan kain berwarna warni. Diatas panggung ini terdapat rumah rumahan berbentuk limas beratapkan kain merah. Tak ketinggalan pula tangga kecil yang di buat sebagai tangga untuk menuju limas tersebut. Sebagai puncak limas ini terdapat menara kecil yang puncaknya di pasang rumah kecil ( seperti pagupon rumah merpati ) Tempat inilah yang maksudnya sebagai rumah hantu .

Sebagai persembahan kepada hantu , di dalm limas ini di beri NASI PAKAT , yaitu nasi ketan yang di beri warna merah , kuning , hijau dengan bentuk patung manusia. Patung dari nasi ketan tersebut di maksudkan sebagai pengganti si sakit , agar hantu yang menggangu mau pindah ke patung tersebut.

Di depan pesingkit terdapat BAJAWO , yaitu tempat dan senjata untuk memanggil dan berkomunikasi dengan hantu maupun roh halus. Bajawo ini juga di batasi rumbai-rumbai janur di atasnya. Apabila tukang Belian ( dukun ) berkomunikasi dengan hantu , selalu memegang bajawo , sambil menari dan membaca mantera-mantera dalam bahasa Dayak Benoaq.

Di depan Bajawo terdapat hewan-hewan korban berupa 5 ekor babi yang masih hidup , di ikat terbaring di lantai yang terbuat dari kayu ulin. Agar babi tidak membahayakan, di ikat sedemikian rupa dengan kayu yang di pakukan ke lantai , sehingga babi hanya bisa berteriak- teriak .

Upacara seperti itu memang memerlukan persiapan yang unik dan rumit sehingga pelaksanaanya selalu di lakukan dengan gotong royong . kadang –kadang untuk ramuan-ramuan saja memerlukan waktu sampai tiga hari. Bahkan lebih dari Rp. 700.000 biaya yang di perlukan dalam upacara bunuh babi di kampung Perigi yang terdiri dari dua RT in.

Upacara bayar niat adalah upacara untuk memebayar janji / niat pada waktu masih sakit. Kepercayaan suku Dayak Benoaq, terutama masih Animisme , orang yang sakit di anggap dalam tubuhnya di ganggu roh-roh jahat/ hantu. Untuk mengusir hantu yang masuk ke dalam tubuh si sakit , di obati dengan cara Belian . ( turis –turis asing sering menyebut DOKTER DAYAK )

Dalam belian di kemukakan oleh tukang belian , apabila si sakit sembuh ( hantu tidak mengganggu lagi ) , nantinya akan di beri makan berupa ayam, babi, ataupun kerbau. Dari sinilah timbulnya upacara Bayar Niat itu.

MELEPASKAN NIAT

Permulaan upacara bayar niat yang di lakukan selama tujuh malam ini , hanya membaca mantra-mantra sampai malam ke lima. Tentu saja sambil menari – nari sebagai cirri khas dukun Dayak Benoaq. Malam-malam itu berakhir sekitar jam 12 malam, begitu seterusnya sampai malam ke lima

Barulah menjelang malam ke enam dank e tujuh , upacara ini di mulai agak awal dan juga berakhir larut malam. Bahkan untuk malam terakhirnya bisa sampai pagi kalau di anggap belum selesai.

Pada puncak acara malam ke tujuh , orang-orang yang ingin ikut Bayar Niat sudah berkumpul untuk menyampaikan binatang korbanya pada kepada tukang Belian. Bagi mereka yang memepersembahkan hewan babi , tentu sebelumnya sudah bermusyawarah untuk mengadakan upacara bersama-sama.

Pada malam itu juga di laksanakan upacara ULAP UAG , yaitu untuk melepaskan niat mereka dengan cara memegang ayam dan kakinya menginjak babi. Pertanda kalu niatnya sudah di lepas apabila tukang belian sudah melingkar kan kain yang berbentuk lingkaran ke tubuh orang yang bayar niat , kemudian memeotong lingkaran tersebut. Begitulah berganti-ganti, hingga masik pengiring berhenti dan orang ulap uag selesai.

MENGGOROK BABI

Selanjutnya tampak empat orang berpakaian sama seperti Pak Ding yang memimpin upacara tersebut, dan juga orang yang di kenal pandai belian. Rok panjang , ikat kepala kotak-kotak merah hitam dengan mahkota janur, dan gelang tangan dari janur pula. Itulah pakaian kebesaran orang belian

Musik yang terdiri dari satu gong , 4 kenong , dan 3 gendang pun di mulai berbunyi ketika pak Ding menghentakan kakinya ke lantai tiga kali. Mereka menari bersama- sama di pimpin pak Ding sambil membawa ayam mengelilingi babi yang di ikat berjajar di lantai. Orang-orang tersebut tak lain juga tukang belian anak buah Pak Ding.
Sambil menari mereka mencari orang-orang tertentu yang di anggap mengerti belian , kemudian memberikan segenggam beras yang telah di manterai, lantas ikut menari bersama-sama. Sekali-kali berhenti, kakinya menginjak babi sambil menaburkan beras di ikuti mencabut bulu babi. Kemudian menari ,emgelilingi babi.

Jerit babi ikut menghiasi musik yang makin keras iramanya , tak tahu nasib apa yang sebentar lagi menimpa. Tarian pun makin keras , seperti orang berkejar-kejaran berkeliling.

Tiba-tiba para penari berhenti. Di pimpin Pak Ding, berjongkok menggorok leher babi bersama-sama dengan pisau kecil ( badik ). Saya hanya bengong.
Untuk mengabadikan mengalami kesulitan , karena penuh sesak orang-orang yang membawa mangkok meminta darah babi. Sementara ada anak kecil sekitar 11 tahun dengan bangga ikut menggorok leher babi. Mau mendekat , kawatir tersembur darah babi yang muncrat ke lantai.
Ngeri!

Jerit babi yang histeris menjadi kebanggaan mereka. Ayam-ayam yang telah di siapkan tak ketinggalan di sembelih pula. Babi-babi pun di angkat ke dapur dengan karung untuk di masak.

MENGUSAP DARAH

Sementara masih mengalun perlahan , 3 orang tukang Belian masih menari-nari di sekitar bajawo, memberitahukan kepada hantu bahwa bayar niat sudah selesai. Pak Ding dan seorang pembantunya mengadakan acara lain , mengusap darah di tubuh anak-anak. Ada yang di usap kepalanya perut, sesuai dengan sakitnya. Apabiala darah tersebut di usapkan , hantu yang mengganggu akan keluar mamakan darah tersebut.

Di lain tempat , sudah tersedia bak besar berisi air yang di campur darah babi. Orang-orang yang ikut bayar niat membasuh muka , bahkan yang mandi keramas . tak ada rasa jijik. Selain hal yang di lakukan benar benar obat yang mujarab.

Saya baru ingat, bahwa penduduk Perigi memeluk agama katolik dan protestan , selain yang masih animism.

Music telah berhenti , namun orang belum ada yang beranjak pulang. Mereka menunggu makan bersama dengan daging babi yang di masak. Saya pulang duluan , karena kawatir mereka tersinggung kalau saya tak mau makan.

Esok harinya masih ada acara baca mantera sebagai penutup upacara bayar niat. Dalam kesempatan itulah pembagian daging babi di laksanakan. Daging utama yang di bagikan kepada tukang belian adalah kaki sebelah kiri. Daging yang lain terserah pemiliknya.

Sebagai upah tukang belian , selain daging babi , juga beras , kain untuk alat upacara , tombak, parang dan uang sekedarnya dari yang punya hajat.

ANGGREK ALAM

Jam 11.15 saya berangkat pulang dengan perahu orang tanjung Isuy yang baru datang dari Mancong. Saat yang sudah lama saya nantikan, perjalanan lewat sungai ohong yang terkenal indah akan anggreknya. Sungai inilah yang menghubungkan kampung tanjung Isuy , Perigi , Mancong, Pentat , Lembonah dan muara tae.

Pemandangan di sekitar sungai cukup memukau. Air berwarna coklat keruh, dengan akar-akar pohon serta dahan yang menjulur manja ke sungai. Kadang-kadang rombongan perahu berjumlah 10 orang harus menundukan kepala terhalang pohon yang hampir tumbang ke sungai.

Memang menakjubkan kekayaan alam di sekitar sungai ini. Anggrek daun tumbuh dengan indahnya tanpa terusik oleh polusi dan usil tangan manusia. Rasanya tangan ini gatal ingin memetiknya. Sayang air sedang naik , sehingga sulit untuk memanjat . tiba-tiba perahu yang di dorong mesin diesel itu di perlambat . anak-anak berteriak girang kepada saya sambil menunjuk bekara ( kera merah berhidung mancung) asyik bergelantungan di tepi sungai. Sayang, tak sempat mengabadikan , bekara tersebut keburu lari masuk hutan

Sekitar 5 km perjalanan terdapat kampung Tanjung Serang yang terdiri dari sepuluh rumah. Terlihat dua buah antenna televisi ( TV ) . seperti halnya kampung Perigi , penduduk kampung ini berladang dan nelayan .

Memang di lihat dari bentuk rumah sederhana tanpa polesan kapur dan tak kenal kamar-kamar , meja kursi , dapat di katakan suku Dayak Benoaq berekonomi lemah. Tapi jika melihat perhiasan yang di pakai dan mampunya melaksanakan upacara adat , ( seperti belian misalnya ) sekali belian untuk menyembuhkan orang sakit sekitar Rp. 100.000 uang di perlukan. Dan hampir setiap keluarga mampu mengadakan belian .
Sayangya , kesadaran terhadap pendidikan masih kurang , karena banyaknya penduduk yang masih buta huruf.

SEMBAHYANG JUMAT DI ATAS PERAHU

Perahu yang kami tumpangi telah sampai di Tanjung Ridan yang terkenal dengan anggrek tanahnya. Disini cukup setrategis untuk mendirikan tanda selain tempatnya yang teduh dan indah , juga ada tanah yang lapang.

Sungai Ohong yang indah telah kami lalui , hingga tiba di muara. Di sini terdapat kampung yang 100 % beragama islam, pendatang dari suku banjar. Tampak sebuah gedung SD terendam air dan beberapa rumah penduduk yang kemasukan air.

Yang paling mengagumkan, masjid yang tergenang air pun bukan penghalang bagi penduduk untuk melaksanakan sembahyang jum`at. Tampak perahu berjajar rapi membentuk shaf ke belakang di dalam masjid sebagai tempat sembahyang. Saya baru ingat kalau hari itu hari jum`at

Rasa kagum masih mencekam otak saya, ketika perahu telah meninggalkan kampung yang terkenal sebagai penghasil ikan lele tersebut. Kini jalan yang kami lewati adalah Danau Jempang.

Kembali teringat 12 Januari yang lalu, ketika pertama kali datang ke Kec. Jempang sebagai guru SMP di Tanjung Isuy, yang jarak 250 km barat laut Samarinda, harus ditempuh selama 21 jam dengan kapal kecil.

Bayangan suku Dayak Benoaq yang masih primitive tak kujumpai di kampung baru ini. Bahkan sebaliknya, keramahtamahan dari penduduk yang mirip orang Cina dan banyak berlesung pipit, membuat saya agak kerasan (Cuma agak lho !).

Namun setalah menyadari keunikan-keunikan yang tak pernah kujumpai di Jawa, membuat bangga dan kesan tersendiri tersendiri. Cukup mengagumkan memang. Tak heranlah kalau banyak turis asing yang ingin melihat Lamin Adat dan kebudayaan Dayak Benoaq yang terkenal dengan tarian-tariannya.

Lamin Tanjung Isuy yang masih terawat sampai sekarang. Tersedia kamar untuk menginap para tamu.
(Lamin TanjungIsuy is still maintained until now. Available rooms for overnight guests).

PUTI LUNGUN SILUK (the legent of tree Puti, Perigik . Jempang)


PUTI LUNGUN SILUUQ

Di sebelah barat desa Perigi, terdapatlah sebuah gunung yang bernama Saikng Puti Lungun Siluuq (Gunung Lungun Siluuq). Di puncaknya terdapat sebuah pohon besar yang bernama pohon Puti, sejenis kayu ulin, tetapi kayunya lebih kuat.

Konon, tersebutlah sebuah kampung kecil di gunung tersebut. Di antaranya, ada sebuah keluarga Taman Toru yang mempunyai putri bernama Siluuq. Wajahnya sangat cantik, kulitnya bersih, rambutnya panjang dibiarkan terurai. Kalau berbicara lemah lembut, membuat senang yang diajak berbicara. Pantaslah kalau dia disebut bunga kampung.

Di balik kelembutan dan keceriannya, ternyata Siluuq menyimpan kepedihan yang mendalam, karena ibunya telah tiada semenjak dia berumur tiga bulan. Ayahnya pun mengembara entah kemana, tak tahu rimbanya Dia tinggal bersama neneknya yang sudah tua.

Di kampung lain. Tersebutlah seorang pemuda yang tampan, gagah dan mempunyai kesaktian. Dia yatim piatu, senasib dengan Siluuq. Dia bernama Jurookng Tempooq. Ayahnya meninggal dikeroyok oleh sekawanan penjahat yang mencuri sarang burung wallet.

Suatu hari, Jurookng Tempooq mengembara ke hutan, menghibur dirinya yang sudah sebatang kara. Sampailah dia pada sebuah kampung kecil. Dia lantas menginap di rumah kosong, yang sudah lama ditinggalkan penghuninya. Di kampung itu rupanya dia disenangi dan di segani oleh masyarakat Karena selain dia jujur, ramah, juga sakti. Meskipun demikian dia tak pernah menyombongkan diri. Di sinilah dia hidup berladang dan berburu.

Di pagi- pagi buta, berangkatlah dia berburu bersama anjingnya yang setia. Segala perlengkapan berburupun dibawa. Dia menelusuri hutan yang tak jauh dari kampung itu. Kira-kira enam jam perjalanannya, tiba-tiba anjingnya menggonggong. Ternyata ada seekor babi hutan yang sangat besar.

Disiapkannya tombak untuk dilemparkannya. Namun belum sampai tombak dilepaskan, babi itu sudah lari. Sebentar kemudian babi tersebut berhenti, ketika terlihat oleh Jurookng, babi itupun lari. Demikian terjadi berulang-ulang. Jurookng pun penasaran dibuatnya. Dikejarnyalah babi itu sekuat-kuatnya.

Tetapi setelah sampai di puncak gunung, terdengar suara orang minta tolong. Dihentikannya langkahnya, dari mana asal suara tersebut. Dia melihat sekitar gunung tersebut. Dia melihat sekitar gunung itu. Ada sebuah ladang baru di dekat lembah. Tampaklah olehnya, seorang gadis lari-lari dikejar oleh babi hutan diantara kebun singkong.

Jurookng pun tanpa pikir panjang langsung lari mengejar babi itu. Namun sungguh tak disangka, babi itu berbalik mengejarnya. Dengan gesit dihunuskannyalah mandaunya, dan diayunkan sekenanya. Tak ayal lagi, kaki babi yang sebelah belakang hampir putus. Babi masih bisa lari. Dikejarnya, dan dipukulkannya mandaunya lagi tepat mengenai lehernya.

Puaslah hati Jurookng dapat menghabisi babi keparat itu.
Sambil menghela napas lega, didekatinyalah gadis yang masih ketakutan itu. Ah . . tak disangkanya, gadis di hadapannya adalah gadis cantik. Meskipun mukanya merah pucat karena ketakutan, namun kecantikannya tak pudar.

“Terima kasih atas pertolongan tuan. Untunglah tuan datang dengan cepat. Seandainya tuan tidak menolong saya, entahlah apa jadinya. Mungkin tubuh saya telah habis dicabik-cabik babi hutan tadi.” Kata putri tersebut sambil memandang pemuda yang baru menolongnya.

Jurookng hanya tersenyum, dan menatap wajahnya. Wanita itupun menunduk. Ada getaran lain dihatinya, yang selama ini belum pernah dirasakannya.
“Berterimakasihlah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena Tuhanlah yang melindungimu, bukan saya,” kataJurookng setelah mereka berdua saling berdiam diri.

Jurookng pun akhirnya memperkenalkan diri, dan menceritakan perjalanannya. Demikian pula wanita itu, yang tak lain adalah putri Siluuq.
“Karena babi itu sudah mati, bagaimana Siluuq memasaknya, dan kita makan bersama-sama. Tidak keberatan bukan ?” ucap Jurookng.
“Baiklah,” sahut Siluuq sambil beranjak dari tempat duduknya. Merekapun berjalan berdua ke rumah Siluuq.

Setelah daging babi masak, merekapun makan bersama-sama. Sesekali Jurookng mencuri pandang. Sungguh sempurna gadis ini, pikirnya. Akhirnya mereka pun asyik bercakap-cakap. Siluuq menceritakan riwayatnya, yang kini tinggal bersama neneknya.
“Siluuq” kata Jurookng dengan hati-hati. Siluuq tak menjawab. Hanya matanya yang memandang kearah Jurookng. “Ternyata kita mempunyai nasib yang sama . sama-sama tak mempunyai orang tua lagi, yatim piatu. Entahlah apa sebabnya, ketika pertama kali kulihat wajahmu, ada rasa damai di hati ini. Kesedihan yang selama ini kurasakan, rasanya telah hilang, bersama kerdipan matamu yang teduh. Oleh sebab itu, adakah terbuka hatimu, jika aku ingin melamarmu ?

Ternyata bagai gayung disambut. Lamaran Jurookng tak bertepuk sebelah tangan. Merekapun sepakat untuk menjadi suami istri.
“Namun perlu Kak Jurookng ketahui, bahwa saya masih mempunyai nenek. Bagaimanapun juga saya harus minta pendapatnya” tambah Siluuq.

Tak lama kemudian masuklah nenek Siluuq, yang baru datang dari hutan untuk mencari kayu bakar. Alangkah terkejutnya demi dilihatnya cucunya mempunyai teman yang sangat tampan dan sangat sopan itu.
Belum sempat bertanya, cucunya sudah mendahului dengan ceritanya. Diperkenalkannya Jurookng, dan tentang riwayat hidupnya, serta pertemuannya. Juga diungkapkan tentang rencana pernikahannya.

“Jurookng” nenek mengawali pembicaraannya. “Saya merestui kehendak kalian berdua. Karena saya rasa , kalian sudah merasa sesuai untuk menjalin cinta kasih menyusun rumah tangga. Oleh sebab itu, bersiap-siaplah mencari bekal untuk kehidupan rumah tangga kelak.”

Sejak saat itulah Jurookng sering berkunjung kerumah nenek Siluuq untuk membantu keperluan mereka. Sehingga terjalinlah hubungan yang akrab.
Suatu hari Siluuq jatuh sakit. Jurookng pun mencari obat-obatan di hutan. Tak lupa pula mantera-mantera yang dimilikinya, untuk membantu membantu kesembuhan Siluuq, wanita yang dikasihinya. Namun ternyata , Siluuq belum juga sembuh dari sakitnya.
Karena merasa sudah tak kuat lagi, dalam rintih kepedihan sakitnya Siluuq berpesan kepada Jurookng

“Kak Jurookng, maafkanlah dinda. Tak sedikit usaha kanda untuk menyembuhkan dinda, namun rupanya kehendak Tuhan lain. Dinda sudah dekat dipanggil sang Dewata, untuk menghadapi Meruak liaw (sekarat). Tapi, Kak,. Dinda masih tetap mencintai kakak, meskipun dinda meninggalkann kakak.”

Belum sempat Jurookng menjawabnya, mata Siluuq telah terpejam untuk selama-lamanya. Dengan air mata yang meleleh tanpa isakan angin, Jurookng mencium kekasihnya untuk yang terakhir kalinya. Kepergiannya sangat membuat dirinya gundah. Belum sempat dia mengawininya, namun gadis yang sangat dicintainya telah pergi.

Demi orang yang dikasihinya Jurookng membuat Lungun (peti mati) sendiri, sebagai bukti cintanya. Dicarinya kayu besar, di pohon Puti tanpa menebang pohon itu,dibuatlah lobang yang agak besar,untuk menyimpan mayat Siluuq.

Setelah lobang yang dibuat dirasanya cukup, barulah mayat Siluuq dibungkus kain, dan dimasukkan. Dipandanginya tubuh yang kaku itu, didirikan dan dipeluknya dengan air mata yang tetap mengalir. Pelan-pelan dia pun masuk kedalam lobang itu, dan berdiri bersama mayat Siluuq. Rasanya, tak ada gunanya dia hidup tanpa orang yang dikasihinya.

Ketika nenek menegur mengapa dia masuk ke dalam lungun, Jurookng sudah tak mendengarnya lagi. Tiba-tiba Jurookng menusuk tubuhnya dengan sebilah pisau, hingga tamatlah riwayatnya. Dia pergi mengiringi kekasihnya.
Melihat kenyataan itu, nenek pun pungsan. Belum lama cucu satu-satunya meninggal, kini calon menantunya pergi juga. Bertambahlah kesedihan nenek. Dia pun jatuh sakit, hingga menemui ajalnya.

Sampai sekarang pohon kayu Puti itu masih tumbuh di puncak gunung Lungun Siluuq, di perbatasan kampung Tebisaak (sungai Jelau)dan kampung Perigi

Rabu, 30 Maret 2011

UPACARA TOLAK BALA MELAS TAHUN (NALITN TAUTN)


NALITN TAUTN

Salah satu tarian dalam rangka melas tautn (The Dance of Melas Tahutn)

1. APA DAN MENGAPA NALITN TAUTN

Nalint dalam bahasa Dayak Benuaq, berarti merawat atau memelihara orang, sesuatu yang derajatnya lebih tinggi atau ditinggikan. Sedangkan Tautn (Tanjung Benuaq), berarti satuan waktu masa perladangan atau iklim serta jagat raya.
Sehingga nalitn Tautn dapat dapat diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk mencari keseimbangan yang saling menguntungkan manusia dan alam lingkungan .

Di kalangan masyarakat Tunjung Benuaq , terdapat semacam keyakinan bahwa iklim yang buruk , serangan hama tanaman serta berkecamuknya wabah penyakit bagi manusia dan hewan dapat di sebabkan oleh tingkah laku manusia yang kurang bijak . ambil missal:

Perkawinan antar anggota keluarga yang hubungan darahnya terlalu dekat( besahuq) , dapat menyebabkan kemarau panjanag ( koreu ) atau sebaliknya mendatangkan hujan yang berkepanjangan ( jonyopm ) dan dapat melahirkan keturunan yang cacat fisik ataupun mental .

Missal yang lain adalah , kelalaian dalam mensyukuri hasil panen, dapat mengakibatkan datangnya bencana kelaparan atau berkecamuknya serangan hama tanaman .
Berdasarkan uraian di atas , maka Nalitn Tautn perlu di selanggarakan dengan tujuan :

Pertama, sebagai ucapan syukur kepada sang pencipta dan pemelihara alam atas iklim yang baik , sehingga manusia dapat menikmati panen raya ,buah Madu yang berlimpah, masyarakat sehat sejahtera.

Kedua , sebagai usaha mencegah terjadinya iklim yang kurang baik, berjangkitnya wabah penyakit .
Ketiga, sebagai usaha merawat bilamana iklim yang sedang terjadi , ternyata tidak menguntungkan manusia dan lingkungan .
Keempat , sebagai sarana dialog untuk memohon pengampunan atas kekilafan manusia dalam hal perkawinan yang salah purus ( besahuq ).

VI.2. TAHAPAN UPACARA NALITN TAUTN

(1). Bekumaq

Tahap ini juga disebut tahap tunang , artinya tahap di mana acara nalitn tautn di mulai , yang diadakan pada saat dini hari, sebelum ayam turun ke tanah. Hal itu merupakan lambang kesejukan dan ketentraman suasana agar dengan demikian upacara itu dapat berlangsung dengan lancar . acara ini di lakukan di dalam rumah dan biasanya cukup di lakukan oleh satu orang pemeliatn.

Pada siang harinya , dilanjutkan dengan acara timeq, yakni pembacaan semacam syair yang isinya berupa riwayat asal-usul terjadinya segala sesuatu yang akan di gunakan di dalam penyelenggarakan upacra nalitn tautn .

Pada kesempatan itu , termasuk di antaranya meriwayatkan terjadinya langit dan bumi . karena banyaknya benda atau sesuatu yang harus di riwayatkan asal-usulnya , maka biasanya timeeq, memerlukan waktui sekitar delapan hari .

(2). Ngoncakng Ibuus
Ibus adalah daun muda dari pohon Biruq yang di robek dengan rapi , di tekuk bergelombang , kemudian di rebus dan di beri warna merah dan kuning . sedangkan Ngoncakng , berarti mencantolkan untuk kemudian di rentangkan .
Sehingga dengan demikian , yang di maksud Ngoncak Ibus adalah rangkaian upacara mulai dari mencantolkan daun ibus pada seutas rotan yang di rentang kan memanjang sekujur rumah . juga mengayunkan hingga menaikan rentangan rotan tersebut sejajar dan sebatas sengan langit-langit rumah .

Rotan yang digunakan adalah rotan khusus yang di sebut Siit Batuq, karena menurut keyakinan masyarakat Dayak Tunjung Benuaq rotan tersebut adalah raja dari segala rotan. Jika telah terpasang ibus, rotan tersebut di namai Uween awoi.

Daun ibus di maksudkan sebagai perlambang kepakan sayap Manuk Siu Kuning , yakni ayan jantan sahabat Jarukng, yang bermakna sebagai pengusir atau pembasmi nasib sial . acara ini di laksanakan pada siang hari, tepat pada hari ke delapan .

Pada malam harinya di mulai acara Tinek Torukng , yang di maksud dengan torukng adalah daun biruq bersama tangkaianya yang pada giliranya akan di tanam , serta berperan sebagai pohon pelindung ketentraman hidup manusia .

(3). Perusik kuyakng
Perusik berasal dari kata usik , yang berarti bertamu. Sedangkan kuyakng adalah sejenis makluk halus , yang biasanya tinggal di pohon beringin dan di pandang mempunyai kemampuan untuk mengetahui serta menyembuhkan penyakit.
Jadi yang di maksud dengan perusik kuyakng adalah, sesuatu upacara dalam pemeliatn memenaggil dan sekaligus berperan sebagai kuyakng untuk merawat orang yang sedang sakit .

(4). Nujaakng
Nujaakng berasal dari kata Tujakng, yaitu sejenis ayunan panjang yang terbuat dari kayu berbentuk sampan bertali rotan serta di lengkapi dengan aneka patung , berbentuk manusia dan burung . peralatan ini berguna sebagai perahu yang dapat di luncurkan di air , di darat maupun di uadara .
Sehingga yang dimaksud dengan nujaakng adalah suatu proses perjalanan para pemeliatn untuk menjelajahi tempat para roh jahat dengan mengguanakan tujaakng . hal itu bertujuan untuk mengembalikan nasuq juus manusia maupun tanaman khusus , ke tempat yang seharusnya , yaitu badan manusia atau tanaman yang bersangkutan.

(5). Pekanan Luwiikng
Pekanan berasal dari kata Manan , yang berarti berjalan , sedangkan yang di maksud pekanan adalah mengutus atau menjalankan . sedangkan Luwiikng adalah nama roh padi (dewi padi).

Pekanan luwiikng berarti mengutus roh padi untuk membawa missi tertentu. Tujuanya adalah Tihau Tuukng untuk meminjam seperangkat alat dan suara musik , yang ada pada Itaak dan Kakah Lipaas Upekng , yakni makluk penjaga dan pemelihara alat dan suara music tersebut ( TUUKNG ).

Bersama dengan pekanan luwikng , di mulai pula jenis belian lain yang di sebut belian bawe , yang berperan untuk mengundang para Nayuq Tangai yang tidak terliput oleh belian lewangan.

(6). Jakat Sua Belai
Jakat dalam bahasa Dayak Benuaq , berarti berdiri . sedangkan Sua Belai , berarti masuk ke dalam rumah . berkaitan upacara ini, yang di maksud jakat sua belai , acara belian lawangan yang di laksanakan di dalam rumah telah mencapai puncak .

Setelah segala sesuatunya di persiapkan , maka pemeliatn selaku perantara mempersiapkan undangan ( nayuq timang ) . persembahan yang di sajikan pada waktu ini adalah , makanan dan minuman khusus , ramuan aneka warna ( ruyaq ) , serta hewan yang kesemuanya sebagai tanda ucapan syukur atas kesediaan para Nayuq Timang mengahdiri upacara nalitn tautn.

Selanjutnya dalam ragam bahasa sastra tinggi , para pemeliatn memohon berkat dari para nayuq timang, agar manusia dapat terhindar Dari marabahaya , hidup tentram sejahtera .Bertindak mewakili para nayuq, pada kesempatan ini , pemeliatn menari (Ngarakng – Ngelawai), dengan di iringi alunan buntakng seraya tak henti-hentinya melantunkan lagu Terri dan Ngelele. Maksudnya tidak lain merupakan ungkapan rasa terimakasih dan suka cita dari para nayuq timang , atas sambutan manusia di bumi.

Upacara ini di akiri dengan Tangai , yaitu acara yang melambangkan bahwa segala persembahan telah di terima , serta permohonan berkat telah di kabulkan . demikianlah , rangkaian acara yang di adakan di dalam rumah telah selesai , namun para nayuq timang , tetap di mohon kesedianya untuk menghadiri acara lanjutan yang di laksanakan di Balei Tautn.

(7). Sua Balei Tautn
Balei Tautn adalah bangunan sementara berfungsi untuk menerima dan menjamu para seniang dan keriau kerasau. Upacara ini mengandung arti, serangkaian upacara belian yang di selanggarakan di balei tautn , yang letaknya biasanya di sekitar halaman rumah , atau tidak jauh dari lapangan , dimana akan di laksanakan upacara pemotongan kerbau .

Biasanya halaman di sekitar balei tautn juga di fungsikan sebagai arena adu ketangkasan seperti Bimpes untuk siang hari dan tari tarian untuk malam harinya .
Rangkaian acara di balei tautn adalah sebagai berikut:
i. Timeq Balei Tautn

Dalam tahap ini , pemeliatn memebacakan asal-usul terjadinya tahun, bulan , bintang gemintang , padi dan beberapa macam hama tanaman.

ii. Jakat Pekate
Dalam tahap ini diserahkan beberapa hewan kurban , berupa ayam babi dan kerbau . sehubungan denagan pemotongan kerbau , di perlukan belontakng , namun beberapa dari belontakng pada upacara kewangkai, sebab belontakng pada nalitn tautn, di hias ukir yang bermotif kehidupan dan tidak boleh berbentuk patung manusia.

Persembahan kurban pada tahap ini , selain di peruntukan bagi para seniang di balei tautn , juga bagi para nayuq timang yang telah lebih dahulu menunggu di dalam rumah , terutama persembahan darah kerbau.

Adapaun para seniang yang di undang di balei tautn antara lain:
Seniang Sahuq-Sumakng, yang berfungsi menyelesaiakan hal ikhwal yang bertalian dengan perkawinan salah purus ( besahuq ). Selain itu juga Seniang Tautn Bulatn, yang berfungsi mengendalikan iklim dan cuaca . Kengkapot-Sensirak, yang berfungsi sebagi penjaga dan pemeliharaan buah-buahan serta tanaman pangan , terutama padi .
Keriau Kerasau, yang berfungsi sebagai sumber berbagai macam bentuk hama tanaman .

(8). Tangai
Tangai merupakan suatu proses akhir dari seluruh rangkaian kegiatan , dimana pada tahap ini muncul keniscayaan bahawa segala persembahan yang di haturkan , telah di terima oleh para nayuq tangai timang tamui dan juata tonoi entukng mulukng . acara ini berakhir , tepat pada hari ke enam belas .

(9). Bejariiq
Masa berpantang adalah empat hari , dengan jenis pantang: tidak boleh memakan makanan tertentu , misalnya ikan haruan dan sejenisnya , terong asam dan segala jenis binatang melata. Selain itu juga tidak di perkenankan melakukan perjalanan jauh.

Jenis pantangan yang lain yakni , di di dalam rumah tidak boleh tejadi perselisihan dan keributan , termasuk membunyikan alat-alat musik . kegiatan di lading di hentikan . menjauhkan diri dari segala macam jenis tumbuhan yang bermiang , misalnya bambu.

Sebagai tanda berpantang , di setiap jalan masuk desa di rentangkan tali melintas jalan serta di sematkan ranting dan daun kayu hidup . sesuai masa berpantang , rentangkan tali harus di lepaskan dan demikian seluruh rangkaian upacara Nalitn Tautn , di nyatakan selesai .

PENYEMBUHAN ORANG SAKIT (TREATMENT OF ILLNESS FOR DAYAK BENOAQ TRIBES)



ADAT BELIAN

Masyarakat Dayak Tanjung Benuaq mempercayai kekuatan-kekuatan gaib yang terdaapat pada segala macam benda, seperti manusia, binatang, tumbuhan, batu, gunung dan lain sebagainya.

Kepercayaan terhadap kekuatan gaib ini justru mempererat hubunganantar manusia dengan kosmos. Apabila terjadi suatu pelanggaran di dalam aturan masyarakat, maka acap kali dihubungkan denmgan kepercayaan yakni terjadinya ketidak seimbangan kosmos.

Ketidak seimbangan itu dapat membuat orang sakit, mati, panen gagal, bencana alam, dll peristiwa-peristiwa duka diatas, menurut kepercayan masyarakat Dayak Tanjung Benuaq akibat kemarahan makhluk yang memiliki kekuatan gaib atau adanya pelanggaran terhadap aturan norma tertentu yang telah ditetapkan.

Dalam kehidupan keseharian, masyarakat Dayak Tanjung Benuaq merasa selalu diliputi oleh makhluk-makhluk gaib. Perasaan ini mendorong selalu berupaya agar para makhluk yang memiliki kekuatan gaib tidak memusuhi mereka. Di pihak lain, mereka juga mengharapkan dalam kehidupan kesehariannya selalu mendapat pertolonga dari kekuatan-kekuatan gaib tersebut.

Dalam melakukan hubungan dengan makhluk-makhluk berkekuatan gaib, dapat dijalankan secara individu, terlebih bila hubungan tersebut vertalian dengan arwah para leluhur. Namun dalam peristiwa-peristiwa penting, seperti kematian, penyakit, kelahiran, perkawinan, dan lain-lain, mereka selalu menggunakan seorang atau beberapa orang perantara khusus.

Manusia yang bertindak sebagai perantara itu, adalah orang yang tahu secara mandalam mengenai soal-soal yang berkaitan dengan alam dan kekuatan gaib dan keahlian khusus lainnya, orang inilah yang lazim disebut sebagai pawing bebelian atau Pemeliatn.

Belian juga untuk menolak balak bagoi para tamu yang baru datang


1. ARTI DAN JENIS BELIAN

Secara harfiah, belian sebenarnya mengandung arti berpantang/tabu (Lietn). Sehingga secara umum, belian merupakan serangkaian usaha manusia yang bertujuan untuk mencegah ferjadinya suatu musibah terhadap manusia dan lingkungan, atau membebaskan diri dari belenggu penyakit, yang selalu diakhiri dengan cara berpantangan.

Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tanjung Benuaq, gangguan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, dapat terjadi dalam dalam berbagai macam bentuk dan jtingkatan. Berkaitan dengan hal itu, maka jenis belian pun terbagi dalam beberapa ragam.

Berdasarkan sifatnya, belian dapat digolongkan atas dua jenis, yaitu:
(1). Belian yang bersifat pencegahan, diantaranya: Nalitn Tautn, Makatn Juss dan Tulak Bala.
(2). Belian yang bersifat pengobatan, diantaranya: Nyamat Nyaluq, Ngayukng dan Muat Balei Banci.

Sedangkan berdasarkan tata cara penyalenggaraannya , belian dapat digolongkan menjadi beberapa ragam, yaitu:
(1). Belian Lewangan/Belian Beneq
(2). Belian Bawo
(3). Belian Sentiyu
(4). Belian Jamu
(5). Belian Ranteu

Sehubungan dengan hasil inventarisasi ini, tidak semua jenis belian yang disebutkan diatas akan diuraikan. Berkaitan dengan upaya mengenal potensi adat masyarakat Dayak Tanjung Benuaq, dalam rangka pengembangan program pariwisata dan pembangunan daerah, hanya akan diketengahkan: Belian Bawo, belian lewangan dan Nalitn Tautn yang akan diuraikan sedikit rinci.

2. BELIAN BAWO

Gelang-gelang di tangan yang menimbulkan bunyi khusus mengkuti irama gendang, merupakan ciri khas Belian Bawo (b> Bracelet-bracelet on the hand that raises special noise obeying the rhythm of drums, a hallmark of Belian Bawo)
Belian Bawo adalah belian yang menggunakan bahasa Bawo sebagai bahasa pengantar , adapun pelakunya , biasa terdiri dari pemeliatn laki-laki , tetapi dapat juga seorang wanita .

Ciri khas belian Bawo ini , lengan kiri dan kanan sang pemeliatn , masing masing mengenakan sepasang gelang perunggu yang di sebut Ketakng, sedangkan di bagian kepala mengenakan ikat kepala yang di sebut Lawukng.

Khusus bagi pemeliatn pria , tidak menegenakan baju tetapi menggunakan semacam untaian kalung dari jenis kayu obat-obatan dan taring binatang, yang di sebut Samakng Sawit . untaian kalung tersebut di selampangkan dari bahu kiri-kanan ke bawah rusuk kanan kiri.

Ciri khas lain , sang pemeliatn mengenakan sejenis rok/kun panjang sampai ke mata kaki yang di renda dengan motif tertentu yang di sebut Ulap Bawo . sedangkan di bagian pinggang di lilit seuntai kain ulap bawo, kain ini di sebut Sempilit . di atas lilitan simpilit bagian pinggang di pasang ikat pinggang khusus yang di sebut babat .

Dalam pelaksanaan upacara adat belian bawo , biasannya di lakukan melalui beberapa rangkaian kegiatan , sebagai berikut:

(1). Momaaq

Momaaq adalah suatu proses awal yang selalu harus di lalui pada setiap mengadakan belian bawo . hal itu bertujuan menjelajahi negeripara dewa , serta mengundang mereka untuk membantu dalam usaha pengobatan.

Momaaq selalu di awali dengan meniup sipukng/baluluq sebanyak tiga kali ,alat ini terbuat dari taring beruang , macan dahan , harimau . suara Sipukng tersebut berperan sebagai undangan bagi para dewa , sekaligus merupakan kode untuk di mulai nya menabuh gendang yang pertama kali (nitik tuukng).

Setelah gendang di tabuh , pemeliatn menaburkan beras yang berada dalam genggaman dengan maksud melepaskan utusan yang akan menjemput para dewa yang di undang .
Pada saat momaaq , posisi pemeliatn duduk bersila menghadap awir , yaitu daun pinang beserta dahanya yang telah di buang lidinnya dan di gantung bersama selembar kain panjang menjuntai ke bawah menyentuh tikar bagian ujungnya . awir ini berfungsi sebagai “ tangga” untuk turun atau naiknya para dewa .

(2). Jakaat
Setelah para utusan tiba di negeri para dewa , pemeliatn mulai berdiri seta berjalan mengitari awiir. Posisi ini melambangkan para dewa mulai bergerak turun untguk menghadiri undangan .
Seusai para dewa tiba di dalam rumah , pemeliatn mulai menari untuk melakonkan gerak dari masing-masing dewa yang hadir.

(3). Penik Nyituk
Bilamana sekalian (para) dewa telah mendapatkan giliran menampilkan kebolehannya dalam hal menari , mereka bias duduk dan menanyakan alas an mengapa mereka di undang .

Dalam hal ini , jawaban tuan rumah sangat bervariasi , hal mana tergantung maslah yang sedang di hadapi keluarga tersebut pada saat itu.
(4). Ngawat
Pada tahap ini dengan kembali pada posisi berdiri , pemeliatn mewakili para dewa , mulai melaksanakan perawatan terhadap orang sakit dengan menggunakan sololo.

Puncak perawatan di lakukan dari muka pintu , dalam hal ini pemeliatn mewakili para dewa di atas bumi yang mempunyai ketrampilan nyegok (menyedot) penyakit, memberikan penyapuh , yaitu semacam obat yang bertujuan menyembuhkan luka dalam .
Sementara pemeliatn pulang-pergi member perawatan , bunyi gendang harus gendang harus di percepat dengan irama Sencerep dan Kupuk tuatn . akhirnya perawatan ini di selesaikan dengan Ngasi Ngado dan Nyelolo-Nyelolani ,dengan maksud menciptakan kondisi sejuk dan nyaman serta bebeas dari cengkraman penyakit .
Dalam perawatan terakhir ini , irama dan lagu tabuhan gendang berubah dan di perlambat dengan irama yang di sebut Meramutn dan beputukng .

(5). Tangai

Pada tahap ini , pemeliatn mempersilahkan para dewa untuk kembali ke-tempatnya masing – masing , dengan terlebih dahulu di sajikan hidangan alakadar . jenis sajian sesuai dengan tingkat acara yang di selenggarakan .

(6). Engkes Juus

Engkes dalam bahasa Dayak Benuaq berarti memasukan , sedangkan Juus adalah roh/jiwa . sehingga yang di maksud dengan engkes juus adalah memasukan roh/jiwa ke dalam tempat yang seharusnya yaitu badan dari yang empunya jiwa tersebut.

Masyarakat Dayak Tunjung Benuaq berkeyakinan bahwa kehidupan setiap manusia terdiri atas badan (unuk) dan jiwa (juus-june) .
Sehingga dalam proses penyembuhan manusia yang sakit , selain di perlukan perawatan fisik melalui Bekawat, perlu juga di lakukan perawatan jiwa melalui pengamanan juus-june agar tidak terganggu oleh roh-roh jahat . adapun tempat yang aman itu dinyatakan sebagai Petiq Angetn Bulaw.

(7). Bejariiq

Bejariiq artinya berpantang , lamanya berpantang biasanya selama satu hari . selama berpantang , orang yang sakit tidak di perb olehkan keluar rumah , memakan makanan terlarang , seperti terong asam , rebung dan semua jenis hewan melata.
Selain itu ,suasana rumah harus sepi dan tidak di perkenankan menerima tamu . suasana tersebut di tandai dengan penancapan dahan dan daun kayu hidup di samping pintu masuk rumah bagian luar.

Pelanggaran atas pantangan ini adalah mengakibatkan kambuh nya penyakit dan sukar di rawat kembali. Setelah berakhirnya masa jariiq , maka seluruh rangkaian belian bawo di nyatakan selesai .

Berdasarkan pada berat ringanya masalah yang di hadapi , serta keadaan social ekonomi keluarga atau masyarakat yang menyelenggarakan , belian bawo dapat di bagi menjadi beberapa tingkatan yaitu:

i. Ngejakat

Lamanya satu hari , tanpa mengkurbankan hewan dan tidak mengalami masa jariiq.
ii. Bekawat Encaak
Lamanya minimal tiga hari , menggunakan hewan kurban berupa babi dan ayam menggunakan belei di tanah dan menjalani masa jariiq selama maksimal tiga hari.
iii. Makatn Juus
Lamanya maksimal delapan hari , hewan yang di kurbankan berupa ayam, babi atau kambing, menggunakan balei di dalam rumah dan di halaman rumah . jumlah pemeliatn minimal delapan orang dan menjalani masa jariiq maksimal empat hari
iv. Nyolukng Samat
Lamanya maksimal delapan hari , sedangkan jumlah pawing minimal delapan orang .hewan kurban terdiri dari ayam , babi , kambing, kerbau, sesuai dengan janji waktu nyamat , menggunakan balei di dalam rumah dan di luar rumah , serta menjalani masa jariiq minimal empat hari.

BELIAN LEWANGAN

Pada pelaksanaan belian lewangan digunakan bahasa lewangan sebagai bahasa pengantar. Pemeliatn terdiri dari laki-laki dan biasanya tidak mengenakan pakaian khas.

Fungsi dari belian lewangan adalah sebagai perawatan atau pencegahan penyakit terhadap manusia atau lingkungan, juga dapat sebagai upacara ucapan syukur dan dapat menjadi sarana hiburan serta pengembangan bakat seni sastra.
Ambil contoh dalam upacara perkawinan, peranan pemeliatn lewangan lebih bersifat syukuran serta pengembangan bakat seni sastra, karena pada saat tersebut, disajikan kebolehan berargumentasi melalui Perentangin, Ngelele Nancakng, Ngoteu, Bedoneq, Beganter, Temanekng dan Bimpes.

Berdasarkan berat ringannya masalah yang dihadapi serta kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat yang menyelenggarakan, maka belian lewangan dapat dibagi menjadi:

(1). Ngokoq Ngejakat
Lamanya satu hari, pemeliatn satu orang,. Tidak mempergunakan hewan kurban dan tidak menjalani masa bejariiq.

(2). Ngatakng Nibukng
Lamanya satu sampai lima hari, pemeliatn minimal satu orang. Menggunakan hewan kurban berupa ayam yang jumlahnya sesuai dengan Dasuq yang ditelusuri.
Dasuq adalah jenis penyakit, makhluk penyababnya juga cara perawatannya. Menggunakan balei sesuai dasuq serta menjalani jariiq selama satu hari.

(3). Talitn Terajah
Lamanya satu sampai dengan enam hari, jumlah pemeliatn minimal satu orang. Hewan kurban berupa ayam dan babi yang banyaknya sesuai dengan dasuq. Menggunakan balei danm Tajukng serta menjalani masa jariiiq selama tiga hari.

(4). Bekelew Bekebas
Lamanya delapan sampai dengan enam belas hari, jumlah pemeliatn minimal delapan orang, jumlah hewan kurban berupa ayam dan babi disesuaikan dengan dasuq. Menggunakan Balei Munan Rampa (langit-langit rumah) dan menjalani masa jariiq selama tiga hari.

(5). Naliatn Tautn
Lamanya delapan sampai enam belas hari, jumlah pemeliatn minimal delapan minimal delapan orang. Hewan yang dipersembahkan berupa ayam, babi dan minimal satu ekor kerbau. Menggunakan balei tautn di tanah, serta menjalani masa jeriiq selama empat hari.

ADAT KEMATIAN (DEATH)

ADAT KEMATIAN

Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tanjung Benuaq, kematian merupakan suatu peristiwa keluarnya roh kehidupan (Juus) yang meninggalkan tubuh (unuk), untuk selanjutnya “mengembara” di alam bebas , sampai ditempat pemakaman terakhir.
Juus yang telah meninggalkan Unuk berubah nama dan disebut Liyau dan Kelelungan. Di kalangan masyarakat Dayak Tanjung Benuaq, Liyau dianggap sebagai roh tenaga yang berasal dari anggota badan di bawah kepala. Dalam kehidupan sehari–hari, Lyau sangat tabu untuk disebutkan, karena ia ceenderung bersifat pengganggu.

Sedangkan kelelungan dianggap sebagai roh fikiran atau rasio, yang berasal dari anggota badan bagian kepala. Kelelungan cenderung bersifat baik bahkan dapat menjadi perantara manusia dalam mengadakan hubungan dengan Nayuq Timang.

Tempat persemayaman terakhir antara Liyau dan Kelulungan juga berbeda. Liyau bersemayaman pada suatu tempat di bumi yang di sebut Lumut Piyuyutn , sedangkan kelelungan menempati suatu tempat di sebut Tenukng Tenangkai Solai sebagai peristirahatn pertama , kemudian menuju ke Teluyetn Tangkir Langit , sebagai peristirahatan terakhir .
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tunjung Benuaq , keturunan Temeri kukng Mulukng dengan Diakng Rano yang telah beranak – pinak , mereka hidup dalam
Tempat persemayaman terakhir antara liyau dan kelelungan juga berbeda. Liyau bersemayam pada suatu tempat di bumi yang disebutb Lumut Piyuyatn, sedangkan kelelungan menempati suatu tempat yang disebut Tenukng Tenangkai Solai sebagai peristirahatan pertama, kemudian menuju ke Teluytn Tangkir Langit, sebagai peristirahatan terakhir.

Menurut kepercayaan msyarakat Dayak Tanjung Benuaq, keturunan Terameri kukng Mulukng dengan Diakng Rano yang telah beranak pinak, meka hidup dalam keadaan baqa, tak pernah mati, karena memang belum ada kematian pada waktu itu.
Asal usul tentang kematian memang terdapat “kisah” tersendiri, namun pada inventarisasi ini hyang akan diketenaghkan hanyalah soal asal-usul dari adat kematian, berikut upacara lainnya yang berkaitan dalam hal itu.

ASAL USUL ADAT KEMATIAN

Tersebutlah pada suatu zaman , dimana hidup suatu keluarga kecil bernama Datu dan Dara yang bertempat tinggal di daerah yang di sebut Tenukng Mengkelokop. Mereka mempunyai anak laki-laki bernama Kilip.
Kehidupan manusia sehari hari mereka lewati dengan berladang hingga lanjut usia Datu serta Dara pun akhirnya meninggal dunia . Kilip menjadi bingung atas kematian kedua – orang tuanya itu, terlebih karena ia tidak tahu bagaimana seharusnya mengadakan upacara kematian bagi kedua orang tuanya .
Melihat kenyataan yang demikian lalu KILIP mengambil kulit kayu ( Barutn ) yang di gunakannya sebagai kain kafan, kemudian di bungkus nya mayat kedua orang tuanya itu dengan Barutn. Lalu di letakan nya di dekat bungkusan mayat . Lalu di letakan di atas tujuh potong bambu yang di taruh di bawah pohon bambu .
Setelah itu di masaknya beras ketan dan beras biasa , masing-masing di buat dalam bentuk tujuh gumpalan dan kemudian ia membakar tujuh ekor ikan sebagai pelengkap. Gumpalan nasi dan ikan itu di letakan nya di dekat bungkusan mayat . lalu Kilip pergi ke gunung lumut, lantaran ia percya bahwa roh orang mati akan bersemayam di situ .

Di dekat tepian lumut , Kilip melihat asap , lalu iapun mendekat dan dia melihat kedua orang tuanya berada di san . lalu tak lama kemudian Kilip berkata : “ Mengapa ayah dan ibu tinggal di situ ? ”.
Akan tetapi roh kedua orang tuanya seperti tidak mendengar , malah sang ayah justru berkata , seperti kepada dirinya sendiri , “kasihan Kilip tidak tahu tata cara menguburkan orang mati “.


Seharusnya setiap orang mati di buatkan Lungun . di adakan penyembelihan babi dan ayam sebagai kurban , di buatkan anyaman bambu untuk makanan orang mati dan tempat air dari bambu untuk minuman . sayap ayam dan rahang babi harus di saqmpirkan pada anyaman bambu . upacara itulah yang di namai Permpm Api.
Setelah itulah Kilip segera pulang untuk membuat upacara kematian . mayat kedua orang tuanya di ambil dan di tempatkan di lungun , kemudian di masukan ke dalam gerey ( rumah kecil untuk lungun ), kemudian Kilip kembali pergi ke gunung Lumut .
Di lumut roh kedua orang tuannya menganjurkan Kilip membuat upacara Kenyeu . setibanya di Tenukng Mengkelokop , Kilip melaksanakan upacara tersebut selama Sembilan hari Sembilan malam. Beberapa ekor babi, ayam dan beras ketan serta beras biasa , di masak sebagaimanaseharusnya memasak untuk Liyau.

Upacara puncak dari tata cara adat kematian yang harus di buat Kilip adalah Kewangkey , di mana tulang –tulang kedua orang tuanya di ambil dari lungun , kemudian di masukan kedalam Tempelaaq, dengan di sertai kurban berupa beberapa masakan dari beras di dalam kuali dan bambu , babi, ayam dan kerbau.
Sesuai mengadakan upacara adat itu, Kilip pergi lagi menuju ke gunung lumut , namun ia tak lagi menemukan Liyau kedua orang tuanya . maka iapun terus berjalan ke puncak gunung , hingga sampai di sebuah tempat di namakan Usuk Bawo Ngeno . di situ ia melihat lou ( rumah panjang) , yang penuh ukiran indah dan segala macam kurban yang telah ia persembahkan semuanya ada di situ. Kehidupan liyau di Usuk Bawo Ngeno penuh kemakmuran abadi.


Dari kediaman abadi di Usuk Bawo Ngeno , Liyau kedua orang tuanya berpesan pada kilip ,”lakukan lah upacara adat kematian seperti yang kau lakuakan itu . sebab jika Kehidupan Liyau sejahtera maka kehidupan anak cucu yang ditinggal mati juga akan berkecukupan dan sejahtera di dunia. Lantaran roh leluhur kehidupan baik , maka kehidupan manusia di dunia senantiasa baik”.
Sejak itulah upacara adat kematian terus di adakan hingga saat ini oleh kalangan masyarakat Dyak Tunjung Benuaq .

PENANGANAN PERTAMA ATAS KEMATIAN

Dalam kalangan masyarakat Dayak Tunjung Benuaq , bila ada bunyi Ketetawaq , merupakan suatu pertanda bahwa salah satu warga desa sedang dalam keadaan sakit parah.
Bila ternyata orang yang sedang sakit parah tak tertolong ( mati ) , maka suasana berkabung itu di tandai dengan pukulan tambur yang di sebut Neruak , yang di ikuti dengan pukulan gong yang di palu satu-satu yang di sebut Titii .
Bunyi titii itulah merupakan pertanda bahwa ada salah satu warga dari desa yang di huni masyarakat Dayak Tunjung Benuaq meninggal dunia . seperti petunjuk di turunkan oleh para leluhur, maka warga setempat akan mengadakan upacara adat kematian selengkap – lengkapnnya agar roh si mati mendapat kesalamatan dan kebahagiaan .
Biasanya pada saat jenazah di mandikan , para warga lainnya menebang pohon untuk kemudian di buatkan peti jenasah di sebut lungun . jenasah yang telah di8 mandikan itu , selanjutnya benatik dengan arah ayam jantan berbulum merah dan arang rotan yang telah di bakar .
Patik tersebut merupakan pakaian kebesaran para liyau –kelulungan , dengan maksud agar mereka mudah menyesuaikan diri dan menyatu dengan liyau-kelulungan yang telah mendahuluinya .
Setelah patik selesai di kerjakan, kemudian mayat di bungkus dengan kain kafan sebanyak tujuh lapis, yang bagian luarnya harus berwarna putih , diaikat dengan tujuh ikatan mulai dari leher hingga kaki.
Upacara itu di namai Munngkutn, sedangkan mayat telah terbungkus di sebut osekng . lalu mayat itu di baring kan dengan posisi kepala menghadap matahari timbul dan kaki kea rah matahari terbenam . pada saat itu biasanya kaum wanita mulai menangisi si mati secara bersama, yang dalam bahasa Dayak Benuaq di sebut Ngerarikng.
Setelah semuanya selesai di kerjakan , maka masyarakat setempat mulai mempersiapkan lungun .hari pembuatan lungun biasanya di sebut Olo Entakng.kemudian mayat di masukan dalam lungun , lalu lungun tersebut di ikat dengan rotan dan di beri tutup dari kain serta di gantungkan di atas peralatan yang di namakan Pesilo.
Guna dari pesilo adalah untuk menggantungkan pakaian dan piring berikut perlengkapan lain yang di perlukan sebagai bekal dalam melakukan” perjalanan “ menuju lumut.
Di dekat lungun di dirikan sumpit dan kain merah sebagai tempat untuk liyau leluhur menjemput liyau baru, yang dalam bahasa dayak Benuaq di sebut Nempuk Liyau Kelulungan . pada saat itu , tak henti- hentinnya gong di bunyikan sebagai tanda duka cita , dan setelah itu para anggota keluarga mulai Berinuuk ( musyawarah ) untuk menentukan pelaksanaan upacra selanjutnya . dalam kalangan masyarakat Dayak Tunjung Benuaq , di kenal tiga tingkatan upacara kematian , yaitu Parrepm Api , Kenyeu dan Kewangkai.
PREPM API
Parepn api menurut keprcyaan masyarakat Dayak Tunjung Benuaq , merupakan suatu upacara pelepasan secara resmi keberangkatan liyau menuju lumut dan kelulungan menuju teleyutn langit . sedangkan tahpan upacara tersebut adalah :
(1). Tunang Wara
Wara adalah sejenis syair yangt khusus di gunakan pada upacara kematian, sedangkan orang yang memebawakan lagu dan syair itu di sebut Pengewara.
Tunang Wara merupakan awal dari upacara Perepm Api , dalam kesempatan ini pengewara meriwayatkan asal –usul terjadinya kemenyan ,serta memanggil Lolakng Luwikng untuk mendampingi pengewara dalam melaksanakan proses upacara selanjutnya .
Pada malam tunang ini juga di kumandangkan Domeq untuk pertama kalinya , sedangkan peralatan domeq terdiri dari : satu buah gimer ( gendang pendek ) , seperangkat kelentangan dan tujuh gong.
(2). Encoi Talitn Paket
Encoi Talitn Paket di maksud sebagai sejenis pengiriman undangan kepada para liyau dan kelulungan , agar dapat mempersiapkan diri untuk menghadiri upacara Parepm Api.
(3). Entokng Liyau dan kelelungan
Upacara ini merupakan rangkaian acara penjemputanpara liyau dari lumut dan kelulungan dari Tenukng Tenangkai solai ( bagi kelulungan yang baru meninggal ) dan Teleyutn Tangkir Lngit bagi kelulungan yang meninggal lebih dahulu . kesemuanya itu di maksud agar mereka dapat menghadiri upacara Perepm Api keesokan harinya .
(4). Parepm Api
Jika yang baru meninggal berjenis kelamin laki laki , maka parepm api di adakan tepat pada hari ke tujuh di hitung sejak osekng di masukan ke dalam lungun. Sedanglan bila meninggal perempuan, maka upacara ini di langsungkan tepat pada hari ke enam .
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tunjung Benuaq , liyau dan kelulungan laki – laki terlambat satu hari tibanya di lumut di bandingkan dengan perempuan , hal itu di sebabkan tulang rusuk laki-laki tidak lengkap di bagian kiri.
Pada upacara ini , liyau di jamu sebanyak tujuh kali ,sedang kan kelulungan di jamu sebanyak delapan kali dalam sehari. Jamuan yang di hidangkan bagi liyau di sebut Pemalaa ,di hidangkan di dalam anyaman bamboo yang di sebut Kelangkakng.
Setelah selesai di hidangkan , pemalaa harus segera di buang agar tidak sempat terjamah oleh anak-anak, karena hal itu di percayai dapat mendatangkan mara bahaya apabila di santap manusia
Hidangan bagi kelulungan terdiri dari makanan bersih yang di sajikan dalam piring dan mangkuk yang bersih pula dan di taruh di atas Peer ( sejenis Loyang) , setelah selesai di hidangkan makanan ini dapat di santap manusia yang berkenan.
(5). Encoi Liyau dan Kelulungan
Upacara ini di lakukan pada malam hari dan memerlukan waktu semalam suntuk . pada tahapan ini , liyau kembali di antar ke lumut dan kelulungan ke teleyutn tangkir langit . bila bila upacara encoi liyau dan kelulungan telah usai , maka rangkaian upacara parepm api di nyatakan selesai, yang kemudian di selenggarakan upacara kematian ke tingkat yang lebih tinggi.
KENYEU
Upacara adat kematian pada tingkat ini, biasanya dilaksanakan setiap Sembilan hari Sembilan malam. Meski demikian upacara ini bukan merupakan suatu kewajiban, artinya boleh tidak dilaksanakan dengan alas an-alasan tertentu (factor ekonomi).
Bila pada upacara perepm api, liyau dan kelelungan diandaikan menempati suatu pondok sederhana, maka pada tahap kenyeu, merupakan suatu bahkati usaha agar mereka menempati suatu rumah yang lebih layak. Tahap dari pelaksanaan upacara kenyeu adalah seperti yang diuraikan dibawah ini.
(1). Pembuatan Lungan Tinaq
Langkah awal upacara Kenyeu adalah pembuatan lungun kedua yang disebut Selokng atau Lungun Tinaq, yang biasanya dibuat dari kayu gabus.
Selokng diukur serta dilengkapi dengan patung kepala dan ekor naga pada ujung kepala dan kaki jenasah. Sedangkan Lungun Tinaq diukur dengan motif kematian dan tidak dilengkapi dengan patung naga. Setelah itu, lungun (pertama) yang berisi jenasah dimasukkan kedalam selokng atau Lungun Tinaq tersebut.
(2). Tunang Domeq
Pada tahap ini warna dimulai, yakni memanggil Lolakng Luwikng serta pengikutnya yang kemudian dilanjutkan dengan meriwayatkan kisah terjadinya langit dan bumi.
Bersamaan dengan dimulainya wara, maka domeq untuk pertama kalinya dikumandangkan. Peralataan domeq tersebut terdiri dari, tiuag buah Perahiiq yang disandarkan menyudut, delapan buah gong dan seperangkat kelentangan.
Domeq ini dibunyikan agak lebih lama bila dibandingkan dengan domeq pada saat Parepm Api, waktunya sebanyak tiga kali pada pagi hari dan senja hari.
(3). Netek Balotn Biyoykng
Biyoyakng adalah sejenis umbul-umbul terbuat dari kulit kayu Jomooq dan kain. Sedangkan khusus untuk pengewara (wara kepala), harus berwarna putih dan merah. Kain tersebut diikatkan pada Balar Buke (anyaman rotan yang berbentuk cincin) seukuran kepala manusia.
Pada tahap ini diambil acara Ngerangkau, yaitu suatu tarian khusus dalam upacara kematian. Setiap kali melakukan upacara ini harus mengenakan Biyoyakng pada kepala dan baju khusus yang disebut Angkakng Kaooq, yaitu baju berwarna putih dan tudak berlengan. Tarian ini dimaksud untuk mendoakan agar arwah yang telah mendahului dapat bersemayam dengan penuh ketenangan di lumut dan teluyetn tangkir langit.
(4). Muat Belontokng
Belontakng adalah patung yang diukir berbentuk manusia dan didirikan menghadap matahari terbenam. Patung ini terbuat dari kayu Ulin dan berfungsi untuk menambatkan Kerbau (fisik). Selain itu secara filosofia bermakna sebagai penggembala kerbau yang akan dipersembahkan sebagai sarana menuju Tenukng Kerohukng.
(5). Encoi Talitn Paket
Upacara ini dimaksud sebagai undangan bagi liyau dan kelelungan agar mereka dapat mempersiapkan diri untuk menghadiri acara puncak dari adat kematian, yaitu pemotongan kerbau.
(6). Entokng Kelelungan
Dalam upacara ini, pengewara menjemput kelelungan dari Teluytn Tangkir Langit. Acara ini dilaksanakan malam hari. Keesokan harinya dilaksanakan acara Pekili Kelelungan yaitu acara penyambutan didalam rumah yang disusul dengan perjamuan (Petunuq Okatn) yang kemudian dilanjutkan dengan Ngerangkau.
(7). Entokng Liyau
Malam berikutnya pengewara menjemput liyau dari lumut dengan tujuan yang sama seperti penjemputan kelelungan. Keesokan harinya dil;aksanakan upacara Nyengkuwai Liyau yaitu penyambutan liyau yang disusul dengan acara adau ayam (Saukng Piak liyau), selanjutnya liyau naik kedalam rumah untuk menerima perjamuan.
(8). Ukai Solai
Apa yang dimaksud dengan Ukai Solai adalah acara puncak dalam hal ini adalah acara pemotongan kerbau. Seusai menerima perjamuan pertama, liyau bersama kelelungan turun kelapangan untuk melakukan upacara pemotongan kerbau.
Kerbau yang akan dipersembahkan, sejak pagi sudah ditambatkan pada sebuah belontakng dengan menggunakan tujuh utas rotan sega yang disebut selampit.
Sebelum kerbau dikurbankan, terlebih dahulu pengewara membacakan riwayat asal-usul terjadinya kerbau dengan maksud agar sang kerbau tidak merasa disiksa, malahan justru mendapat kehormatan, karena atas pengorbanannya liyau dan kelelungan mendapat tempat yang layak dan terhormat.
(9). Encoi liyau dan Kelelungan
Setelah selesai pemotongan kerbau, maka pada malam harinya liyau dan kelelungan dihantar pulang. Sebelum berangkat para kelelungan berpesan kepada kaum kerabat agar senantiasa hidup secara jujur ,saleh ,saling menghormati dan mengasihi serta berhati hati dalam tingkah dan perbuatan.
Kelelungan di antar ke teleyutn tangkir langit , yakni suatu tempat keabadian di atas langit . setelah itu pengewara menghantar liyau ke lumut piyuyatn, suatu tempat yang berada di bumi .
Bersamaan dengan berakirnya upacara ini maka upacara kenyeu di anggap selesai.
(10). Ngului Bangkei
Setelah upacara kenyeu selesai , terdapat beberapa alternative tindakan dari fihak keluarga terhadap jenasah, yaitu pertama , kotak jenasah di turunkan dari rumah untuk selanjutnya di makamkan pada suatu tempat sederhana , di sebut taloh.
Kedua , kotak jenasah di turunkan untuk kemudian di simpan dalam rumah kecil yang disebut Gerei, yakni rumah yang di bangun khusus dengan ukuran tepat sesuai dengan ukuran kotak jenasah termaksud.
Ketiga , kotak jenasah di simpan dalam bilik tersendiri di dalam rumah tempat tinggal keluarga yang bersangkutan.

IV.5. KEWANGKEI
Upacara adat kematian kewangkai , biasannya di laksanakan minimal dua tahun sesudah upacara kenyeu . hal itu di maksud agar tulang belulang yang ada mudah di kumpulkan untuk di bersihkan.
Tujuan utama upacara kewangkei adalah mengusahakan agar para ahli liyau dan kelelungan dapat memperoleh tempat yang lebih kokoh , indah dan nyaman ( Reminin Lou Ukir Remiyap Lou Surat ).
Sedangkan tujuan yang lain yakni agar para ahli kelelungan menjadi cerdik-pandai dan cerdas serta bijaksana , sehingga bila di perlukan dapat menjadi perantara manusia untuk berhubungan dengan Nayuq Timang.
Upacara adat kewangkei dapat di laksanakan secara perorangan , namun pada umunya di laksanakan secara sempeket ( gotong royong ) bailk tenaga maupun biaya . sedangkan tahapan upacara kewangkai adalah seperti yang di uraikan di bawah ini.
(1). Tunang Wara
Pada tahap awal ini , pengewara cukup sebanyak dua orang , tetapi untuk selanjutnya minimal harus sebanyak tujuh orang . Tunang Wara di awali dengan domeq sebanyak tujuh kali yang bertujuan agar desa sekitar mengetahui bahwa upacara kewangkai telah di mulai.
Peralatan domeq sama dengan pada saat kenyeu hanya dalam upacara ini harus di tambah, tiga gong pengiring ( suketn) satu pasang sompekng dan satu buah tarai . kegiatan pengewara pada tahap ini sama dengan yang di lakukan pada saat mengawali upacra kenyeu.
Perlu di ketahui bahwa kalangan masyarakat dayak Tunjung Benuaq , berkaitan dengan upacra adat kewangkei , di kenal dengan dua varian yaitu wara dan sentangih . namun karena ketrbatasan waktu uraian ini berdasarkan versi Wara yang dalam hal tertentu terdapat banyak kesamaan dan setangih.
(2). Pesengket Aning Tulakng
Begitu tuning wara di mulai , petugas khusus bekerja untuk membongkar peti mayat serta mengumpulkan tulang-belulang . tulang tengkorak di bungkus dengan kain merah , sedangkan tulang yang lain di bungkus dengan kain putih. Kedua bungkusan itu di masukan ke dalam guci, kemudian di bawa pulang dan di taruh di dalam sadai , yakni tempat sementara yang berada di dalam rumah .
Pada tahap ini selanjutnya guci yang berisi tulang belulang itu di bawa naik ke dalam rumah dan di tempatkan di atas balai-balai yang telah di persiapkan sebelumnya . upacara ini biasanya di laksanakan pada hari ke lima terhitung sejak Tunang Wara .
(3). Mungkaak Selimat
Jika pada siang harinya di laksanakan Pesengket Aning Tulakng. Maka pada malam harinnya di adakan upacara Mungkaak Selimat .sedang kan yang di maksud selimat adalah kotak berbentuk kubus dengan tutup terbentuk limas segi empat ,setiap sisinya di ukir dengan motif umum yakni Bungaq Senteroot yang merupakan motif khas ukiran kematian .
Ragam hias ukiran kematian di kalangan masyarakat dayak Tunjung benuaq pada jaman dahulu , di tentukan oleh tingkatan social dan kedudukan seorang di tengah masyarakat .
Ragam hias yang di pergunakan pada kaum Mantiq ( bangsawan ) ialah Bengkolokng Timang , Jautn Nguku , Jautn Ngantukg ,Tuak Tumpak Uli Jokatn, Dusun Bengkaloit Utak Bayatn Kalaq Tentekng Kenang.
Ragam hias yang dapat di pergunakan secara umum oleh semua golongan masyarakat , ialah Telabakng Banukng , Bungaq Senterot, Tolakng Tumakng Ete Bawakng Baloo Orooq Ete Bahooq.
Kembali pada upacara Mungkaq Selimat yang di maksud sebagai rangkaian kegiatan berupa : mendirikan dan menggantungkan selimat dan mulai ngerang kau untuk pertama kalinya .
Dalam tarian ngerangkau ini , jumlah penari yang berputar mengelilingi selimat harus berjumlah empat belas , sedangkan putaran tarian nya sebanyak tujuh kali . pada saat tarian ini para pengerangkau harus mendorong kelelungan dengan menggunakan kain batik.
(4). Pesawaq Belontakng
Pesawaq berarti mengkawinkan .jika kewangkei itu menggunakan kuburan, maka pesawaq belontakng berarti mengkawinkan belontakng dengan nisan kuburan. Namun jika menggunakan Tempelaaq, maka berarti mengkawinkan Belontakng dengan tempelaaq.
Simbolisasi dalam perkawinan ini , mempelai laki- laki mewakili kayu ulin yang di beri nama Pookng Baning , sedangkan memepelai wanita mewakili kayu benggaris , yang di beri nama Ilakng landing.
(5). Muat Belontakng
Muat berarti mendirikan , sehingga yang di maksud dengan Muat Belontakng adalah mendirikan dan menanamkanya di dalam tanah .
Sebelum mendirikan , belontakng terlebih dahulu di bersihkan melalui upacara Nyempur Miwir , dengan maksud agar belontakng tidak mendatangkan bahaya bagi para keluarga serta pengunjung yang menghadiri upacara pemotongan kerbau nantinya.
(6). Petiwaq Siliu
Siliu ialah sejenis kendaraan yang mampu meluncur di permukaan air, di darat maupun di udara. Siliu itu terbuat dari kayu yang di bentuk seperti sampan bertali rotan dan di gantung seperti ayunan.
Siliu ini berfungsi untuk perlengkapan upacara encoi talitn Paket , Entokng Liyau dan Kelelungan , encoi liyau dan kelelungan .
(7). Encoi Talitn Paket
Pada prinsipnya upacara Encoi Talitn Paket , pelaksanaanya sama dengan acara termaksud yang di laksanakan pada waktu kenyeu.
(8). Entokng Liyau dan Kelelungan
Pada prinsipnya upacara ini sama dengan upacara termaksud yang di laksanakan pada saat kenyeu, hanya pada saat ini di gunakan alat khusus yang di sebut siliu.
Kelebihan yang lain ,pada waktu pesengket liyau ,terdapat sarana untuk adu argumentasi yang di namakan Tuak Seriakng Liyau dan cara lain di sebut Engkuni Liyau
(9). Ukai Solai
Pada prinsipnya acara ini juga tidak jauh berbeda dengan upacara termaksud yang ada pada kenyeu .hanya perlu di catat bahwa upacara penombakan kerbau di laksanakan melalui tahapan :
Pertama , membacakan riwayat asal usul kerbau , kedua nyempur wiwir¸ketiga ngulas ngarikng ( pengolesan tepung tawar ) . keempat ¸ penombakan pertama secara simbolis oleh liyau kelelungan menuju arah jantung sebelah kiri kerbau , dan kelima, titi mengelilingi bangkai kerbau.
(10). Encoi Liyau dan kelelungan
Sebelum liyau dan kelelungan di hantar ke tempatnya masing-masing , perlu di kemukakan beberapa tahap upacara yang mendahului nnya yaitu:
i. Nyempur Aning Tulakng
Yakni upacara pembersihan terakir terhadap liyau sambil membacakan mantera yang mengandung doa dan harap agar di kemudian hari tak terjadi lagi duka cita.
ii. Ngulas Kelelungan
Ngulas berarti mengoleskan tepung tawar yang rangkaian kegiatannya meliputi : kelelungan di taruh dalam piring kuno ( melawtn ) , kemudian di olesi darah hewan kurban , terutama darah kerbau dan di jamu seperti layaknya menjamu tamu terhormat .
Maksud dari upacara ini adalah agar kelelungan dapat bersemayam dalam keadaan sejahtera , adil bijaksana di Teluyetn Tangkir Langit.
iii. Nempuk Kelelungan
Pada prinsipnya sam,a dengan upacara Encoi kelelungan pada upacara Kenyeu.
iv. Nulek Liyau
Pada prinsipnya upacaraa ini mengandung arti dan maksud yang sama dengan upacara Encoi Liyau pada tingkat upacara Kenyeu.
(11). Ngului Tulakng
Upacara ini dimaksud unyuk menghantar tulang belulang beserta tengkorak, ke tempat peristirahatan terakhir. Adapun tempat peristirahatan terakhir itu dapat berupa:
i. Tempelaaq
Yakni kotak ulin berukir dalam ragam hias kematian, bertiang dua atau tiga, serta dilengkapi dengan ukiran patung kepala dan ekor naga pada kedua penampangnya.
ii. Kererekng yakni sejenis tempelaqq, tetapi hanya bertiang satu
iii. Tempelaaq Patiiq
Yakni sebuah antang kuno yang disangga oleh sebuah tiang ulin berukir serta ditutup dengan Melawatn (piring kuno).
iv. Rinaaq/Temegatukng
Yakni makam yang berdinding papan ulin, diatasnya ditancapkan nisan yang merupakan pertanda bagi jenis kelamin tulang yang berada didalamnya.
v. Guur
Yakni makam dimana guci/antang yang berisi tulang ditanam selam kiri-kira sepuluh centi meter didalam tanah.
Upacara Nyului Tulakng sekaligus merupakan tanda bahwasanya upacara Kewangkei telah usai. Kemudian untuk mengakhiri masa duka cit, biasanya dilakukan upacara Malik Perahiiq Gimar, yang tata caranya menggunakan rangkaian upacara adat belian lewangan.