Cari Blog Ini

Kamis, 31 Maret 2011

PUTI LUNGUN SILUK (the legent of tree Puti, Perigik . Jempang)


PUTI LUNGUN SILUUQ

Di sebelah barat desa Perigi, terdapatlah sebuah gunung yang bernama Saikng Puti Lungun Siluuq (Gunung Lungun Siluuq). Di puncaknya terdapat sebuah pohon besar yang bernama pohon Puti, sejenis kayu ulin, tetapi kayunya lebih kuat.

Konon, tersebutlah sebuah kampung kecil di gunung tersebut. Di antaranya, ada sebuah keluarga Taman Toru yang mempunyai putri bernama Siluuq. Wajahnya sangat cantik, kulitnya bersih, rambutnya panjang dibiarkan terurai. Kalau berbicara lemah lembut, membuat senang yang diajak berbicara. Pantaslah kalau dia disebut bunga kampung.

Di balik kelembutan dan keceriannya, ternyata Siluuq menyimpan kepedihan yang mendalam, karena ibunya telah tiada semenjak dia berumur tiga bulan. Ayahnya pun mengembara entah kemana, tak tahu rimbanya Dia tinggal bersama neneknya yang sudah tua.

Di kampung lain. Tersebutlah seorang pemuda yang tampan, gagah dan mempunyai kesaktian. Dia yatim piatu, senasib dengan Siluuq. Dia bernama Jurookng Tempooq. Ayahnya meninggal dikeroyok oleh sekawanan penjahat yang mencuri sarang burung wallet.

Suatu hari, Jurookng Tempooq mengembara ke hutan, menghibur dirinya yang sudah sebatang kara. Sampailah dia pada sebuah kampung kecil. Dia lantas menginap di rumah kosong, yang sudah lama ditinggalkan penghuninya. Di kampung itu rupanya dia disenangi dan di segani oleh masyarakat Karena selain dia jujur, ramah, juga sakti. Meskipun demikian dia tak pernah menyombongkan diri. Di sinilah dia hidup berladang dan berburu.

Di pagi- pagi buta, berangkatlah dia berburu bersama anjingnya yang setia. Segala perlengkapan berburupun dibawa. Dia menelusuri hutan yang tak jauh dari kampung itu. Kira-kira enam jam perjalanannya, tiba-tiba anjingnya menggonggong. Ternyata ada seekor babi hutan yang sangat besar.

Disiapkannya tombak untuk dilemparkannya. Namun belum sampai tombak dilepaskan, babi itu sudah lari. Sebentar kemudian babi tersebut berhenti, ketika terlihat oleh Jurookng, babi itupun lari. Demikian terjadi berulang-ulang. Jurookng pun penasaran dibuatnya. Dikejarnyalah babi itu sekuat-kuatnya.

Tetapi setelah sampai di puncak gunung, terdengar suara orang minta tolong. Dihentikannya langkahnya, dari mana asal suara tersebut. Dia melihat sekitar gunung tersebut. Dia melihat sekitar gunung itu. Ada sebuah ladang baru di dekat lembah. Tampaklah olehnya, seorang gadis lari-lari dikejar oleh babi hutan diantara kebun singkong.

Jurookng pun tanpa pikir panjang langsung lari mengejar babi itu. Namun sungguh tak disangka, babi itu berbalik mengejarnya. Dengan gesit dihunuskannyalah mandaunya, dan diayunkan sekenanya. Tak ayal lagi, kaki babi yang sebelah belakang hampir putus. Babi masih bisa lari. Dikejarnya, dan dipukulkannya mandaunya lagi tepat mengenai lehernya.

Puaslah hati Jurookng dapat menghabisi babi keparat itu.
Sambil menghela napas lega, didekatinyalah gadis yang masih ketakutan itu. Ah . . tak disangkanya, gadis di hadapannya adalah gadis cantik. Meskipun mukanya merah pucat karena ketakutan, namun kecantikannya tak pudar.

“Terima kasih atas pertolongan tuan. Untunglah tuan datang dengan cepat. Seandainya tuan tidak menolong saya, entahlah apa jadinya. Mungkin tubuh saya telah habis dicabik-cabik babi hutan tadi.” Kata putri tersebut sambil memandang pemuda yang baru menolongnya.

Jurookng hanya tersenyum, dan menatap wajahnya. Wanita itupun menunduk. Ada getaran lain dihatinya, yang selama ini belum pernah dirasakannya.
“Berterimakasihlah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena Tuhanlah yang melindungimu, bukan saya,” kataJurookng setelah mereka berdua saling berdiam diri.

Jurookng pun akhirnya memperkenalkan diri, dan menceritakan perjalanannya. Demikian pula wanita itu, yang tak lain adalah putri Siluuq.
“Karena babi itu sudah mati, bagaimana Siluuq memasaknya, dan kita makan bersama-sama. Tidak keberatan bukan ?” ucap Jurookng.
“Baiklah,” sahut Siluuq sambil beranjak dari tempat duduknya. Merekapun berjalan berdua ke rumah Siluuq.

Setelah daging babi masak, merekapun makan bersama-sama. Sesekali Jurookng mencuri pandang. Sungguh sempurna gadis ini, pikirnya. Akhirnya mereka pun asyik bercakap-cakap. Siluuq menceritakan riwayatnya, yang kini tinggal bersama neneknya.
“Siluuq” kata Jurookng dengan hati-hati. Siluuq tak menjawab. Hanya matanya yang memandang kearah Jurookng. “Ternyata kita mempunyai nasib yang sama . sama-sama tak mempunyai orang tua lagi, yatim piatu. Entahlah apa sebabnya, ketika pertama kali kulihat wajahmu, ada rasa damai di hati ini. Kesedihan yang selama ini kurasakan, rasanya telah hilang, bersama kerdipan matamu yang teduh. Oleh sebab itu, adakah terbuka hatimu, jika aku ingin melamarmu ?

Ternyata bagai gayung disambut. Lamaran Jurookng tak bertepuk sebelah tangan. Merekapun sepakat untuk menjadi suami istri.
“Namun perlu Kak Jurookng ketahui, bahwa saya masih mempunyai nenek. Bagaimanapun juga saya harus minta pendapatnya” tambah Siluuq.

Tak lama kemudian masuklah nenek Siluuq, yang baru datang dari hutan untuk mencari kayu bakar. Alangkah terkejutnya demi dilihatnya cucunya mempunyai teman yang sangat tampan dan sangat sopan itu.
Belum sempat bertanya, cucunya sudah mendahului dengan ceritanya. Diperkenalkannya Jurookng, dan tentang riwayat hidupnya, serta pertemuannya. Juga diungkapkan tentang rencana pernikahannya.

“Jurookng” nenek mengawali pembicaraannya. “Saya merestui kehendak kalian berdua. Karena saya rasa , kalian sudah merasa sesuai untuk menjalin cinta kasih menyusun rumah tangga. Oleh sebab itu, bersiap-siaplah mencari bekal untuk kehidupan rumah tangga kelak.”

Sejak saat itulah Jurookng sering berkunjung kerumah nenek Siluuq untuk membantu keperluan mereka. Sehingga terjalinlah hubungan yang akrab.
Suatu hari Siluuq jatuh sakit. Jurookng pun mencari obat-obatan di hutan. Tak lupa pula mantera-mantera yang dimilikinya, untuk membantu membantu kesembuhan Siluuq, wanita yang dikasihinya. Namun ternyata , Siluuq belum juga sembuh dari sakitnya.
Karena merasa sudah tak kuat lagi, dalam rintih kepedihan sakitnya Siluuq berpesan kepada Jurookng

“Kak Jurookng, maafkanlah dinda. Tak sedikit usaha kanda untuk menyembuhkan dinda, namun rupanya kehendak Tuhan lain. Dinda sudah dekat dipanggil sang Dewata, untuk menghadapi Meruak liaw (sekarat). Tapi, Kak,. Dinda masih tetap mencintai kakak, meskipun dinda meninggalkann kakak.”

Belum sempat Jurookng menjawabnya, mata Siluuq telah terpejam untuk selama-lamanya. Dengan air mata yang meleleh tanpa isakan angin, Jurookng mencium kekasihnya untuk yang terakhir kalinya. Kepergiannya sangat membuat dirinya gundah. Belum sempat dia mengawininya, namun gadis yang sangat dicintainya telah pergi.

Demi orang yang dikasihinya Jurookng membuat Lungun (peti mati) sendiri, sebagai bukti cintanya. Dicarinya kayu besar, di pohon Puti tanpa menebang pohon itu,dibuatlah lobang yang agak besar,untuk menyimpan mayat Siluuq.

Setelah lobang yang dibuat dirasanya cukup, barulah mayat Siluuq dibungkus kain, dan dimasukkan. Dipandanginya tubuh yang kaku itu, didirikan dan dipeluknya dengan air mata yang tetap mengalir. Pelan-pelan dia pun masuk kedalam lobang itu, dan berdiri bersama mayat Siluuq. Rasanya, tak ada gunanya dia hidup tanpa orang yang dikasihinya.

Ketika nenek menegur mengapa dia masuk ke dalam lungun, Jurookng sudah tak mendengarnya lagi. Tiba-tiba Jurookng menusuk tubuhnya dengan sebilah pisau, hingga tamatlah riwayatnya. Dia pergi mengiringi kekasihnya.
Melihat kenyataan itu, nenek pun pungsan. Belum lama cucu satu-satunya meninggal, kini calon menantunya pergi juga. Bertambahlah kesedihan nenek. Dia pun jatuh sakit, hingga menemui ajalnya.

Sampai sekarang pohon kayu Puti itu masih tumbuh di puncak gunung Lungun Siluuq, di perbatasan kampung Tebisaak (sungai Jelau)dan kampung Perigi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar